Rabu, 23 Mei 2012

Bentuk Lahan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Geomorfologi adalah merupakan salah satu bagian dari geografi. Di mana geomorfologi yang merupakan cabang dari ilmu geografi, mempelajari tentang bentuk muka bumi, yang meliputi pandangan luas sebagai cakupan satu kenampakan sebagai bentang alam (landscape) sampai pada satuan terkecil sebagai bentuk lahan (landform).
Bentuk lahan atau Iandform adalah bentukan alam di permukaan bumi khususnya di daratan yang terjadi karena proses pembentukan tertentu dan melalui serangkaian evolusi tertentu pula (Marsoedi, 1996). Sukmantalya (1995), menjelaskan bahwa bentuk lahan merupakan suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh proses alami, memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual dengan julat tertentu yang terjadi dimanapun bentuk lahan tersebut terdapat. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa bentuklahan mencakup kemiringan lahan, proses geomorfologi; mencakup banjir, tanah longsor, dan bahaya dari proses alam yang merugikan, sedangkan mengenai kondisi tanah, antara lain mencakup kedalaman batuan dari pelapukan material. Karakteristik geomorfologis dalam hal ini bentuk lahan/medan memberikan informasi yang dapat menentukan dalam penggunaan lahan suatu daerah tertentu.
Bentuk lahan terdiri dari sistem Pegunungan, Perbukitan, Vulkanik, Karst, Alluvial, Dataran sampai Marine terbentuk oleh pengaruh batuan penyusunnya yang ada di bawah lapisan permukaan bumi.

1.2  Tujuan
1.      Untuk mengetahui dan memahami apa itu bentuklahan
2.      Untuk mengetahui jenis-jenis bentuklahan
3.      Mengetahui proses terbentuknya bentuklahan tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bentuklahan
Bentuklahan merupakan hasil dari proses geomorfologi. Proses pembentukannya sangat dipengaruhi oleh proses pelapukan dan proses erosi pada jenis batuan yang berbeda, bergantung pada kondisi iklim, alam dan struktur batuan penyusunnya serta lama terjadinya proses morfogenesis. Bentuklahan merefleksikan jenis batuan dan kepekaan jenis batuan terhadap erosi dan pelapukan. Para fisiograf  mendefinisikan bentuk lahan adalah berbagai kenampakan (multitudinous features), secara bersama yang memberikan wujud pada permukaan bumi. Unsur-unsur bentuk lahan meliputi seluruh kenampakan-kenampakan luas, seperti dataran (plain), dataran tinggi (plateau), dan pegunungan (mountain), dan demikian juga kenampakan-kenampakan lebih sempit misalnya bukit (hill), lembah (valley), lereng (slope), ngarai (canyon), kipas alluvial (alluvial fan), dan lain-lain. Bentuk lahan berdasarkan genesisnya terbagi menjadi sepuluh kelas utama, yaitu :
a.       Bentuk lahan asal struktural
b.      Bentuk lahan asal vulkanik
c.       Bentuk lahan asal denudasi
d.      Bentuk lahan asal fluvial
e.       Bentuk lahan asal marine
f.       Bentuk lahan asal glasial
g.      Bentuk lahan asal aeolin
h.      Bentuk lahan asal solusional
i.        Bentuk lahan asal organik
j.        Bentuk lahan asal antropogenik



A.    Bentuk lahan asal struktural

Bentuklahan asal proses struktural ini terbentuk karena adanya tenaga endogen yang mendorong lempeng samudra menunjam lempeng benua. Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau proses tektonik, yang berupa pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran. Gaya (tektonik) ini bersifat konstruktif (membangun), dan pada awalnya hampir semua bentuk lahan muka bumi ini dibentuk oleh control struktural.
Pada awalnya struktural antiklin akan memberikan kenampakan cekung, dan structural horizontal nampak datar. Umumnya, suatu bentuk lahan structural masih dapat dikenali, jika penyebaran structural geologinya dapat dicerminkan dari penyebaran reliefnya.
Bentuklahan asal proses struktural ini terbentuk karena adanya tenaga endogen yang mendorong lempeng samudra menunjam lempeng benua.

contoh bentuklahan struktural diantaranya :

*      patahan
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGI-eZhbzNg8gJJXJYpvupVmQHZiVcKI3bbpyEyPES3aSj67sVceHLwV54Mglb9I9y0d88xMwE2WUYMojPLLuCxV42o14rGmocsUpHQCc_gv43t3YoXqX-_aI1HbKPyAvi2WyJG3icokp9/s320/fault+2.bmp
Patahan (atau istilah geology-nya "fault") adalah satu bentuk rekahan pada lapisan batuan bumi yg memungkinkan satu blok batuan bergerak relatif terhadap blok yang lainnya,pergerakan-nya bisa relatif turun, relatif naik, ataupun bergerak relatif mendatar terhadap blok yang lainnya pergerakan yang tiba-tiba dari suatu patahan atau sesar bisa mengakibatkan gempa bumi
http://i31.photobucket.com/albums/c379/azhaliedwin/Science/normfaultLABEL.gifpatahan/sesar turun (atau disebut juga patahan/sesar normal) adalah satu bentuk rekahan pada lapisan bumi yang memungkinkan satu blok batuan bergerak relatif turun terhadap blok lainnya.

Patahan/sesar naik (istilah geology-nya adalah "reverse fault"), teori dasar-nya sama saja dengan patahan/sesar turun, tapi untuk sesar naik ini bagian hanging wall-nya relatif bergerak naik terhadap bagian foot wall…salah satu ciri sesar naik adalah sudut kemiringan dari sesar itu termasuk kecil, berbeda dengan sesar turun yang punya sudut kemiringan bisa mendekati vertical , keliatan kan lapisan batuan yang berwarna lebih merah pada hanging wall berada pada posisi yang lebih atas (lebih shallow) daripada lapisan batuan yang sama pada foot wall…ini menandakan lapisan yang ada di hanging wall sudah bergerak relatif naik terhadap foot wall-nya
.

Sesar mendatar
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUmAqbE4pABLjLPRMDLboDoLJV9ivgr7837TJWFT0ei0uvK_eaqhJZhx7N2AA-goSi410QBaDzEUPFPfMqdGPWWPKaisLwBa1tfV1weRGWhFcrUOBNclbwcIY74wPoQO_MueWb-AsTm-0j/s320/patahan+normal.JPG
patahan normal
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlUhvrzHPeD-Hun4z-OgqqOAl0GmzoPk-Ncypor0hFfCVEAkS-60_EDWGJ6quQ4dC4gpgcj7DDLNNuYStiizVmewxnVnEqoC9ST0yYdarBj94gQKeR_1c-SB4dqAf-w6PH1GhgFGEAsdpC/s320/patahan+tangga.JPG

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlDhTqJatT2LVhpx-44AH2PziT7TK8J53Rw5yT4UFQoxrjn_c-Yg2tdTRC-w3AZjGn9AiooUle06d1-Un79b7SU1DAr9S7X1oTPqcjvd03FQUoWGDgrDquueXs0JRVjQ9yUqzFXzB5B89T/s320/patahan+membalik.JPG
Patahan membalik
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwNe0XeSrL-AMH7wa48feIo8YmmZoIbC03mMCHXyWfQn4G-tsv15_K-kadzPvdhd075nM-_JoTrrg-svqs_NgJoXGZtqykhgXnXj6mOKOFsicBGMuQWNjQamFQX57VAzpd015uueBaA_8a/s400/graben.JPG




Horst
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7_1svGf38Z4wdEZGEEfAYQX40_fl0CbIKKs3qStsEnIkp6er9Wo4dPPNVVafhJneI4vKNA5WwSKIgcvAfwqJzTqxx8ywanbD535ekeDyMHpn19D0DrV_gyiDsFATZEcmknOtWhj4CIdRt/s320/horst.JPG

B.     Bentuklahan asal vulkanik


Bentuklahan vulkanik secara sederhana dibagi menjadi 2, yaitu bentuk-bentuk eksplosif (krater letusan, ash dan cinder cone) dan bentuk-bentuk effusif (aliran lava/lidah lava, bocca, plateau lava, aliran lahar dan lainnya) yang membentuk bentangan tertentu dengan distribusi di sekitar kepundan, lereng bahkan kadang sampai kaki lereng. Struktur vulkanik yang besar biasanya ditandai oleh erupsi yang eksplosif dan effusif, yang dalam hal ini terbentuk volkanostrato. Erupsi yang besar mungkin sekali akan merusak dan membentuk kaldera yang besar. Kekomplekkan terrain vulkanik akan terbentuk bila proses-proses yang non-vulkanik berinteraksi dengan vulkanisme. Proses patahan yang aktif akan menghasilkan erupsi linier dan depresi volkano-tektonik. Satuan bentuklahan vulkanik dapat dikelompokkan lagi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil, dan sebagai contoh penyimbulannya antara lain : satuan kepundan (VK), satuan kerucut parasiter (VKp), satuan lereng vulkan (VL), satuan kakilereng gunungapi (VLk) dan satuan dataran fluvial gunungapi (VDk).
            Proses erosi vertikal yang kuat pada bagian hulu akibat aliran lava/lahar dan curah hujan yang tinggi membentuk lembah-lembah sungai yang curam dan rapat serta dibatasi oleh igir-igir yang runcing dengan pola mengikuti aliran sungai-sungainya. Proses erosi dan denudasional yang bekerjasama menyebabkan terbentuknya relief yang kasar dan topografi yang tinggi dengan kemiringan lereng yang curam pada bagian lereng atas, kemudian terdapat tekuk lereng (break of slope) yang mencirikan munculnya mataair membentuk sabuk mataair (spring belt).
            Pola aliran sungai terbentuk akibat proses geomorfologi yang bekerja pada batuan di permukaan, sehingga terbentuk pola yang relatif annular sentrifugal dengan anak-anak sungai utama relatif sejajar, kemudian bertemu pada tekuk lereng pertama. Beberapa sungai bertemu kembali pada tekuk lereng kedua, dan seterusnya. Kerapatan aliran umumnya tinggi pada lereng atas dan tengah, yang semakin menurun kerapatannya ke arah lereng bawah dan kaki lereng.
            Pola-pola kelurusan yang ada umumnya berupa igir-igir curam di kanan-kiri sungai, pola kelurusan kontur yang melingkar serta break of slope yang berasosiasi dengan spring belt. Vegetasi umumnya rapat berupa hutan lindung di bagian atas, hutan penyangga di tengah dan akhirnya menjadi lahan budidaya pertanian di bagian kaki lereng sampai dataran fluvialnya. Permukiman dapat dijumpai mulai pada lereng tengah dengan kerapatan jarang ke arah bawah yang mempunyai kerapatan semakin padat.
            Kenampakan dari foto udara, tekstur umumnya kasar tetapi seragam pada ketinggian atau klas lereng sama, semakin ke bawah semakin halus; rona agak gelap sampai gelap; pola agak teraturdan umumnya kenampakan fisik mempunyai pola yang kontinyu. Kenampakan yang khas adalah bahwa pada pusat kepundan akan terlihat suatu kerucut yang di sekitarnya terdapat hamparan hasil erupsi tanpa vegetasi penutup sedikitpun. Bekas-bekas aliran lava cair akan tampak berupa garis-garis aliran di sekitar kepundan dan berhenti membentuk blok-blok dinding terjal akibat pembekuan di luar.

Jenis-jenis vulkanisme berdasarkan bentuk:

  1. Gunungapi Perisai :
Gunungapi perisai berbentuk seperti perisai (shields) terbentuk oleh letusan yang sangat cair (efusief), yaitu berupa lelehan lava yang sangat luas dan landai. Ciri gunungapi perisai adalah lerengnya sangat landai bahkan hampir datar, Contohnya, Gunung Mauna Loa dan Gu nung Mauna Kea di Hawai.
2.      Cinder Cone
     Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya. Jarang yang tingginya di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya.

  1. Gunung api Strato :
 Gunung api starto terbentuk akibat letusan yang berulang-ulang dan berseling-seling antara bahan padat dan lelahan lava. Sebagian besar gunung di Indonesia adalah gunung starto seperti :Gunung Semeru, Gunung Merapi, Gunung Agung, Gunung Kerinci.


Dilihat dari aktivitasnya, gunung api dibedakan menjadi 3:
1.      GUNUNG AKTIF

Gunung yang masih bekerja- kawahnya selalu mengeluarkan asap, gempa, dan letusan.
contoh: Gunung Stromboli, Italia

2.      GUNUNG MATI
Gunung api yang sejak tahun 1600 sudah tidak meletus lagi.
contoh: Gunung Sumbing, Jawa Tengah.

3.      GUNUNG ISTIRAHAT
Gunung api yang sewaktu-waktu meletus dan kemudian istirahat kembali.
contoh: Gunung Ciremai, Jawa Barat.

C.    BENTUK LAHAN ASAL DENUDASI
Denudasi berasal dari kata dasar nude yang berarti telanjang, sehingga denudasi berarti proses penelanjangan permukaan bumi. Denudasi cendurung akan menurunkan bagian permukaan bumi yang positif hingga mencapai bentuk permukaan bumi yang hampir datar membentuk dataran nyaris (pineplain).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgE7wGkZwklvDQmDUwBNpBSFY0-albZPg1ZoILb8HdJvto3_uVpk1Mj0qQdupq41SSxk2b-LqCug4jV3sE0vQD8uGXTfTWR37w1qy8vD_Pi26n8hzy7GSfhvJ9Emdf82LXFv0SsoW4_5vkJ/s320/Kukri_Peneplain.jpg
Denudasi meliputi dua proses utama yaitu Pelapukan dan perpindahan material dari bagian lereng atas ke lereng bawah oleh proses erosi dan gerak massa batuan (masswashting).
Pelapukan
Pelapukan adalah proses berubahnya sifat fisik dan kimia batuan di permukaan dan atau dekat permukaan bumi tanpa di sertai perpindahan material. Pelapukan dapat dibagi manjadi pelpukan fisik, dan pelapukan biotic. Pelapukan fisik merupakan proses pecahnya batuan menjadi ukuran yang lebih kecil tanpa diikuti oleh perubahan komposisi kimia batuan. Perubahan kimia merupakan proses berubahnya komposisi kimia batuan sehingga menghasilkan mineral sekunder.
Factor pengontrol pelapukan adalah batuan induk, aktivitas organism, topografi, dan iklim. Didalam evolusi bentanglahan yang menghasilkan bentuklahan dedasuonal M. W. Davis mengemukakan adanya3 faktor yang mempengaruhi perkembangan bentuklahan struktur geologi, proses geomorfologi, waktu. Dengan adanya factor tersebut maka dalam evolusinya, bentuklahan melewati beberapa stadium ; stadium muda, stadium dewasa, stadium tua.
Banyak klasifikasi gerak massa batuan tetapi semuanya dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe gerakannya
a. Gerakan lambat
Tipe ini disebut tipe rayapan ; (rayapan tanah, rayapan batuan, rayapan batuan gletsyer, dan solifluction.
b. Gerakan cepat
Tipe ini dosebut tipe aliran ; (aliran lumpur , aliran tanah
c. Gerakan sangat cepat
Tipe gerakan ini disebut longsorlahan (landslide) yang terdiri dari Jatuh bebas : rock-fall, earth-fall Longsoran : rockslide, earthslide, debrisslide
d. Terban
Jatuhnya material batuan secara vertical tanpa adanya gerakan horizontal.
Bentukan lahan asal denudasional
1. Pegunungan denudasional
2. Perbukitan denidasional
3. Perbukitan terisolasi
4. Nyaris dataran
5. Lereng kaki
6. Gabungan kipas kolluvial
7. Dinding terjal
8. Rombakan kaki lereng
9. Lahan rusak
10. Daerah dengan gerak massa
11. Keruvut talus
12. Monadnock
Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya.
Erosi se benarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktik tata guna lahan yang maju dapat membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktik konservasi ladang dan penanaman pohon.
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.
Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan ooleh manusia.
Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfir terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan
Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. pada hutan yang tak terjamah, minerla tanah dilindungi oleh lapisan humus dan lapisan organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak tetesan hujan. lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah dalam hutan. bila Pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan, derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. kebakaran yang parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti denga hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan, ketika lapisan sampah / humus dihilangkan atau dipadatkan, derajad kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi.
jalan, secara khusus memungkinkan terjadinya peningkatan derajat erosi, karena, selain menghilangkan tutupan lahan, jalan dapat secara signifikan mengubah pola drainase, apalagi jika sebuah embankment dibuat untuk menyokong jalan. Jalan yang memiliki banyak batuan dan hydrologically invisible ( dapat menangkap air secepat mungkin dari jalan, dengan meniru pola drainase alami) memiliki peluang besar untuk tidak menyebabkan pertambahan erosi.
D.    BENTUK LAHAN ASAL FLUVIAL
Bentuklahan asal proses fluvial terbentuk akibat aktivitas aliran sungai yang berupa pengikisan, pengangkutan dan pengendapan (sedimentasi) membentuk bentukan-bentukan deposisional yang berupa bentangan dataran aluvial (Fda) dan bentukan lain dengan struktur horisontal, tersusun oleh material sedimen berbutir halus. Bentukan-bentukan ini terutama berhubungan dengan daerah-daerah penimbunan seperti lembah-lembah sungai besar dan dataran aluvial. Bentukan-bentukan kecil yang mungkin terjadi antara lain dataran banjir (Fdb), tanggul alam (Fta), teras sungai (Fts), dataran berawa (Fbs), gosong sungai (Fgs) dan kipas aluvial (Fka). Asosiasi antara proses fluvial dengan marin kadang membentuk delta (Fdt) di muara sungai yang relatif tenang. Beberapa hal proses-proses fluvial seperti pengikisan vertikal maupun lateral dan berbagai macam bentuk sedimentasi sangat jelas dapat dilihat pada citra atau foto udara.
Sungai-sungai yang terdapat pada satuan ini umumnya dikelompokkan dalam stadia dewasa, yaitu sungai yang telah mengalami gradasi dan berada dalam keadaan seimbang sehingga energinya hanya cukup untuk membawa dan memindahkan bebannya saja. Erosi dan pengendapan seimbang yang membentuk hamparan dataran yang luas ke arah pantai.
Sungai peringkat dewasa membentuk dataran banjir dengan pengendapan sebagian bebannya. Pengendapan ini yang membentuk dataran banjir di kanan-kiri sungai yang disebabkan karena air sungai semasa banjir melimpah tebing dan tidak lagi tersalurkan karena terhambat dan dangkal. Jika pengendapan beban bertumpuk dan terakumulasi di kanan kiri sungai akan terbentuk tanggul alam (natural levees) yang lebih tinggi dari dataran banjir di sekitarnya.
Ciri khusus dataran aluvial di bagian bawah adalah adanya pola saluran yang berkelok-kelok (meanders). Pola ini terbentuk akibat proses penimbunan pada bagian luar kelokan dan erosi secara bergantian, sementara kecepatan aliran berkurang akibat menurunnya kemiringan lereng. Pengendapan cukup besar, sehingga aliran kadang tidak mampu lagi mengangkut material endapan, yang akhirnya arah aliran membelok begitu seterusnya membentuk kelokan-kelokan tertentu.
Pola aliran sungai pada daerah datar yang penuh beban endapan pasir, kerikil dan bongkah-bongkah, dimana alirannya menyilang dan sering berpindah dan dipisahkan oleh igir lembah (levee ridge) membentuk pola sungai teranyam (braided stream). Sungai yang mengalami peremajaan akan membentuk undak-undakan di kanan-kiri sungai yang mempunyai struktur sama membentuk teras sungai (rivers terraces). Pada suatu mulut lembah di daerah pegunungan yang penyebarannya memasuki wilayah dataran, kadang terbentuk suatu bentukan kipas akibat aliran sungai yang menuruni lereng yang disebut kipas aluvial. Dari mulut lembah kemudian menyebar dan meluas dengan sudut kemiringan makin melandai. Fraksi kasar akan terakumulasi di mulut lembah dan fraksi halus akan tersebar semakin menjauhi mulut lembah di wilayah dataran. Berkurangnya kecepatan atau daya angkut material menyebabkan banyak material terakumulasi di bagian hilir, dan akan muncul pada saat air sungai menurun yang disebut gosong sungai. Hal ini umumnya dijumpai pada sungai-sungai besar dan meanders.

Secara umum apabila dilihat dari foto udara, kenampakan bentuklahan hasil proses fluvial mempunyai struktur horisontal, menyebar dan meluas di kanan kiri sungai dengan tekstur halus dan seragam, rona agak gelap sampai gelap, material berupa endapan pasir dan kerikil yang relatif halus, pola aliran dendritik kompleks, ada cirikhas aliran meanders dan braided di bagian hilir, penggunaan lahan untuk sawah irigasi dan permukiman padat.

Pengertian Geomorfologi Fluvial
Satuan geomorfologi yang pembentukannya erat hubungannya dengan proses fluviatil. Proses fluviatil adalah semua proses yang terjadi di alam baik fisika, maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan, baik yang merupakan air yang mengalir secara terpadu (sungai), maupun air yang tidak terkonsentrasi ( sheet water). Proses fluviatil akan menghasilkan suatu bentang alam yang khas sebagai akibat tingkah laku air yang mengalir di permukaan. Bentang alam yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun karena proses sedimentasi yang dilakukan oleh air permukaan.
E.     BENTUK LAHAN ASAL MARINE

Geomorfologi asal marin merupakan bentuk lahan yang terdapat di sepanjang pantai. Proses perkembangan daerah pantai itu sendiri sangat dipengaruhi oleh kedalaman laut. Semakin dangkal laut maka akan semakin mempermudah terjadinya bentang alam daerah pantai, dan semakin dalam laut maka akan memperlambat proses terjadinya bentang alam di daerah pantai.

F.     BENTUK LAHAN ASAL GLASIAL

Pengertian Gletser
Gletser atau glasier atau glesyer adalah sebuah bongkahan es yang besar yang terbentuk di atas permukaan tanah yang merupakan akumulasi endapan salju yang membatu selama kurun waktu yang lama. Bongkahan es ini dapat berupa wilayah daratan yang sangat luas. Saat ini, es abadi menutupi sekitar 10% daratan yang ada di bumi. Sebagian besar bongkahan es yang besar ini berada atau terdapat di wilayah kutub, baik terdapat di wilyah kutub utara, maupun terdapat di wilayah kutub selatan. Meskipun banyak orang yang mengira gletser selalu ada di daerah kutub, sesungguhnya mereka juga bisa berada di daerah pegunungan tinggi di seluruh benua, kecuali Australia, bahkan juga terdapat di pegunungan tinggi di daerah dekat khatulistiwa. Pegunungan Jayawijaya yang terdapat di Provinsi Papua Barat, di Kepulauan Negara Indonesia, merupakan salah satu contoh pegunungan tinggi yang memiliki banyak gletser dan terdapat di wilayah garis khatulistiwa yang terkenal lebih memiliki iklim yang bersifat lebih tropis.
Gletser terjadi di mulai pada lereng pergunungan yang berbentuk cekungan yang di sebut dengan sirka (cirque). Gletser terbentuk ketika salju segar turun, setelah mengendap udara yang terperangkap di antara serpihan salju terdorong keluar sehingga terjadi keping salju padat yang di sebut dengan firn. Saat salju semakin banyak turun di puncak pegunungan, firn akan terpadatkan menjadi es gletser. Bebatuan (till) yang jatuh dari puncak gunung pun akan ikut terbawa oleh gletser ini. Di daerah yang curam es terpecah menjadi rekahan-rekahan yang berbentuk baji (crevasse). Di ujungnya gletser mencair dan membentuk aliran sungai yang mengalir ke bawah pegunungan. Karena gletser berisi dari berbagai macam zat seperti bebatuan, salju, dan sedimen, sehingga saat gletser meluncur ke bawah akan merubah kontur dari pegunungan.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw-XjW2RGdcbK-RfCuFR8VKFBw6ro8SSj5HwaImFNsjCu-o-566qAFF44WKWjPobY-_u203PR5MiSirlQqD4OzPgt3dePnuVQKW1V72laS7q0HtESEqGVJw7Pu7wa-goynXQ2qQWb5VTs/s320/1_muller-glacier-1280-960.jpg


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaaNTqPhJu1N9M0jCjmI0cfu_awKfeaBAYZsH0XUIER0cckjWxFnO_oGDxGwk2pPm5CHxi5h9vRSU_E8j298_fUc6-mum-fwFYHvfKv63XDX8Gwc1Jjf2FI4OxV4nWHF9VRptwih5bAog/s320/glacier1.jpg


Gletser-gletser ini akan terus ada sepanjang musim. Ini sangat tergantung akan keseimbangan temperatur yang terdapat di wilayah di mana gletser-gletser tersebut berada, khususnya di wilayah kutub, baik di kutub utara maupun di kutub selatan. Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Pengaruh pemanasan global atau sering disebut juga dengan istilah global warming dapat menyebabkan bongkahan es yang besar ini mengalami proses pencairan. Proses pencairan ini tidak akan berlangsung secara seketika, namun berlangsung secara gradually atau secara pelan-pelan dan berlangsung secara terus-menerus. Jika hal ini sampai terjadi, proses pencairan bongkahan es yang besar ini dapat menyebabkan peninggian muka air laut yang efek terbesarnya tentu saja dapat menenggelamkan beberapa kota atau beberapa daerah di permukaan bumi yang secara fakta memiliki ketinggian permukaan yang rendah, bahkan memiliki ketinggian di bawah muka air laut, contohnyaa seperti kota Amsterdam di Negara Belanda yang di mana kota tersebut memiliki ketinggian permukaan di bawah ketinggian permukaan air laut yang berada di sekeliling kota tersebut.

G.    BENTUK LAHAN ASAL AEOLIN
Bentuklahan asal proses eolin dapat terbentuk dengan baik jika memiliki persyaratan sebagai berikut :
1. Tersedia material berukuran pasir halus hingga pasir kasar dengan jumlah yang banyak
2. Adanya periode kering yang panjang dan tegas
3. Adanya angin yang mampu mengangkut dan mengendapkan bahan pasir tersebut
4. Gerakan angin tidak banyak terhalang oleh vegetasi maupun objek yang lain.
Endapan oleh angin terbentuk oleh adanya pengikisan,pengangkutan dan pengendapan bahan-bahan tidak kompak oleh angin. Endapan karena angin yang paling utama adalah gumuk pasir(sandunes),dan endapan debu(loose). Kegiatan angin mempunyai dua aspek utama,yaitu bersifat erosif dan deposisi. Bentuklahan yang berkembang terdahulu mungkin akan berkembang dengan baik apabila di padang pasir terdapat batuan.
Pada hakekatnya bentuklahan asal proses eolin dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Erosional, contohnya : lubang angin dan lubang ombak
2. Deposisional, contohnya : gumuk pasir (sandunes)
3. Residual , contohnya : lag deposit, deflation hollow , dan pans
Contoh bentuk lahan asal proses eolin :
1. Gumuk Pasir atau Sandunes

            Gumuk pasir adalah gundukan bukit atau igir dari pasir yang terhembus angin. Gumuk pasir dapat dijumpai pada daerah yang memiliki pasir sebagai material utama, kecepatan angin tinggi untuk mengikis dan mengangkut butir-butir berukuran pasir, dan permukaan tanah untuk tempat pengendapan pasir, biasanya terbentuk di daerah arid (kering).
Bentuk gumuk pasir bermacam-macam tergantung pada faktor-faktor jumlah dan ukuran butir pasir, kekuatan dan arah angin, dan keadaan vegetasi. Bentuk gumuk pasir pokok yang perlu dikenal adalah bentuk sabit (barchans),melintang (transverse), memanjang (longitudinal dune), parabola (parabolik), bintang (star dune).
Morfologi
Secara garis besar, ada dua tipe gumuk pasir, yaitu free dunes (terbentuk tanpa adanya suatu penghalang) dan impedeed Dunes (yang terbentuk karena adanya suatu penghalang).Beberapa tipe gumuk pasir:
a.       Gumuk Pasir sabit (barchan)
Gumuk pasir ini bentuknya menyerupai bulan sabit dan terbentuk pada daerah yang tidak memiliki barrier.(penghalang) Besarnya kemiringan lereng daerah yang menghadap angin lebih landai dibandingkan dengan kemiringan lereng daerah yang membelakangi angin, sehingga apabila dibuat penampang melintang tidak simetri. Ketinggian gumuk pasir barchan umumnya antara 5 – 15 meter. Gumuk pasir ini merupakan perkembangan, karena proses eolin tersebut terhalangi oleh adanya beberapa tumbuhan, sehingga terbentuk gumuk pasir seperti ini dan daerah yang menghadap angin lebih landai dibandingkan dengan kemiringan lereng daerah yang membelakangi angin.
b . Gumuk Pasir Melintang (transverse dune)
Gumuk pasir ini terbentuk di daerah yang tidak berpenghalang dan banyak cadangan pasirnya. Bentuk gumuk pasir melintang menyerupai ombak dan tegak lurus terhadap arah angin. Awalnya, gumuk pasir ini mungkin hanya beberapa saja, kemudian karena proses eolin yang terus menerus maka terbentuklah bagian yang lain dan menjadi sebuah koloni. Gumuk pasir ini akan berkembang menjadi bulan sabit apabila pasokan pasirnya berkurang.
b.      Gumuk Pasir Parabolik
Gumuk pasir ini hampir sama dengan gumuk pasir barchan akan tetapi yang membedakan adalah arah angin. Gumuk pasir parabolik arahnya berhadapan dengan datangnya angin. Awalnya, mungkin gumuk pasir ini berbentuk sebuah bukit dan melintang, tetapi karena pasokan pasirnya berkurang maka gumuk pasir ini terus tergerus oleh angin sehingga membentuk sabit dengan bagian yang menghadap ke arah angin curam.




c.       Gumuk Pasir Memanjang (longitudinal dune)
Gumuk pasir memanjang adalah gumuk pasir yang berbentuk lurus dan sejajar satu sama lain. Arah dari gumuk pasir tersebut searah dengan gerakan angin. Gumuk pasir ini berkembang karena berubahnya arah angin dan terdapatnya celah diantara bentukan gumuk pasir awal, sehingga celah yang ada terus menerus mengalami erosi sehingga menjadi lebih lebar dan memanjang.
d.      Gumuk Pasir Bintang (star dune)
Gumuk pasir bintang adalah gumuk pasir yang dibentuk sebagai hasil kerja angin dengan berbagai arah yang bertumbukan. Bentukan awalnya merupakan sebuah bukit dan disekelilingnya berbentuk dataran, sehingga proses eolin pertama kali akan terfokuskan pada bukit ini dengan tenaga angin yang datang dari berbagai sudut sehingga akan terbentuk bentuklahan baru seperti bintang. Bentuk seperti ini akan hilang setelah terbentuknya bentukan baru disekitarnya.
2. Loess

Loess adalah bentuklahan asal proses eoline yang terbentuk dari bahan endapan angin yang berukuran debu oleh erosi angin yang berasal dari daerah gurun dan pada umumnya tidak berlapis. Bentuk lahan ini kemungkinan juga mengandung pasir halus dan liat. Bahan seperti loess ini menutupi 1/10 daratan di muka bumi. Loess umumnya berwarna kuning dengan sekurang kurangnya 60%-70% partikel berukuran debu dan bertekstur geluh berdebu atau geluh liat berdebu. Loess cenderung pecah-pecah pada sepanjang bidang vertical apabila terkuak oleh erosi air atau aktivitas manusia. Akibatnya banyak bidang vertical yang stabil yang mencapai ketinggian 6 m terdapat pada daerah loess di sepanjang sisi lembah dan galian untuk jalan.
H.    BENTUK LAHAN ASAL SOLUSIONAL
Fenomena kawasan karst merupakan fenomena unik yang terdapat di permukaan bumi. Secara geomorfologis, kawasan karst merupakan daerah yang dominan berbatuan karbonat.
Kawasan karst merupakan kawasan yang mudah rusak. Batuan dasarnya mudah larut sehingga mudah sekali terbentuk gua-gua bawah tanah dari celah dan retakan. Mulai banyaknya permukiman penduduk yang terdapat di daerah ini akan berpengaruh terhadap tingginya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Istilah karst yang dikenal di Indonesia sebenarnya diadopsi dari bahasa Yugoslavia/Slovenia. Istilah aslinya adalah ‘krst / krast’ yang merupakan nama suatu kawasan di perbatasan antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. kosistem Karst adalah areal-areal yang mempunyai lithologi dari bahan induk kapur
Ada juga yang menyimpulkan bahwa jika ada sebuah daerah yang memiliki banyak sungai bawah tanah sering sekali dijuluki dengan Kawasan karst. Salah satu kondisi wilayah karst yang paling terlihat oleh mata adalah sebuah daerah yang kering dan panas pada permukaan tanah namun di bawah tanah menyimpan volume air dalam jumlah besar
Terbentuk karena batuan muda dilarutkan dalam air dan membentuk lubang-lubang.
Terjadi pada wilayah yang tersusun oleh batugamping, batuan dolomit atau gamping dolomitan.
Berkembang di daerah yang mempunyai curah hujan cukup.
Ekosistem karst memiliki sebuah keunikan sendiri, baik secara fisik, maupun dalam aspek keanekaragaman hayati. Sifat yang rentan dari biota gua, merupakan sebuah indikator penting terhadap perubahan lingkungan. Belum banyak jenis biota gua Indonesia yang diungkapkan. Baru beberapa jenis udang gua (Macrobrachium poeti), kalanjengking gua dari Maros (Chaerilus sabinae), kepiting gua buta (Cancrocaeca xenomorpha), kepiting mata kecil (Sesarmoides emdi), isopoda gua (Cirolana marosina), Anthura munae, kumbang gua (Eustra saripaensis), Mateullius troglobiticus, Speonoterus bedosae, ekorpegas gua (Pseudosinella maros), Stenasellus covillae, S. stocki, S., dan S. Monodi dan S. javanicus dari Karst Cibinong.
Yang juga menjadi arti penting kawasan karst adalah ketersediaan air tanah yang sangat dibutuhkan oleh kawasan yang berada di bawahnya. Termasuk di dalamnya ketersediaan air tawar (dan bersih) bagi kehidupan manusia, baik untuk keperluan harian maupun untuk pertanian dan perkebunan.
Proses pengrusakan yang lebih besar dilakukan oleh kepentingan industri. Langkanya semen kemudian dijadikan dallih untuk melegalkan upaya penambangan di kawasan ekosistem karst. Padahal, di Indonesia kawasan ini tak lebih dari 15,4 juta hektar dan 192 juta hektar lahan daratan negeri. Penggunaan bahan peledak untuk menghancurkan batuan pun, menambah proses kehancuran sistem yang ada di kawasan karst.
Masih begitu banyak keunikan yang dimiliki oleh ekosistem karst, yang menjadikan kawasan ini bernilai penting bagi kehidupan. Termasuk, di saat terjadi kekeringan, maka kawasan ini merupakan tempat diperolehnya tetesan air. Sungai-sungai bawah tanah masih akan terus mengaliri sungai permukaan, selama kawasan ini terjaga.
Karst, merupakan kawasan terakhir untuk berkehidupan. Kemampuan kawasan ini menyediakan kebutuhan udara, air dan sumber pakan, menjadi kelebihan kawasan ini. Pada fase awal peradaban pun, lebih banyak makhluk hidup yang menggantungkan hidupnya di kawasan karst. Karenanya, banyak ditemui lukisan di dinding gua, yang kemudian juga menjadi catatan atas sejarah kehidupan.
Kawasan karst merupakan kawasan yang kompleks, dan dibutuhkan pengertian serta pengetahuan yang lebih mendalam untuk pengelolaannya. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya pengelolaan yang tepat untuk meminimalisir segala potensi permasalahan yang mungkin terjadi
Kita dapat menentukan bidang gua-gua dalam istilah yang sesuai dengan bentuk lahan dan dihubungkan dengan proses bentuk bumi. Daerah karst umumnya dicirikan dengan adanya closed depression, drainase permukaan dan gua. Daerah ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping yang lazim dan relatif mendekati. Tetapi pelarutan batuan terjadi di litologi lain, terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batupasir dan kuarsa, dan di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable). Semua tersebut diatas adalah benar-benar karst. Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses yang lain – cuaca, kegiatan hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita dapat memilih untuk penyebutan bent.
Perlindungan kawasan karst menjadi penting dan mendesak. Saat ini baru sebagian kecil kawasan karst di negeri ini yang memperoleh kehidupan. Sama halnya dengan kawasan ekosistem kerangas yang masih sangat terancam keberadaannya. Semakin banyak ekosistem unik dan langka di negeri ini yang tak mampu bertahan diantara relung keserakahan segelintir kelompok manusia. Kawasan karst merupakan kawasan yang kompleks, dan dibutuhkan pengertian serta pengetahuan yang lebih mendalam untuk pengelolaannya. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya pengelolaan yang tepat untuk meminimalisir segala potensi permasalahan yang mungkin terjadi.
Kita dapat menentukan bidang gua-gua dalam istilah yang sesuai dengan bentuk lahan dan dihubungkan dengan proses bentuk bumi. Daerah karst umumnya dicirikan dengan adanya closed depression, drainase permukaan dan gua. Daerah ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping yang lazim dan relatif mendekati. Tetapi pelarutan batuan terjadi di litologi lain, terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batupasir dan kuarsa, dan di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable). Semua tersebut diatas adalah benar-benar karst. Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses yang lain – cuaca, kegiatan hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita dapat memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok adalah pseudokarst (karst palsu).
Kawasan karst Indonesia mencakup wilayah yang cukup luas dan dijumpai hampir di setiap pulau dan menyimpan nilai strategis yang tinggi bagi manusia, flora, fauna dan perkembangan ilmu khususnya kebumian. Pulau Jawa sendiri memiliki beberapa kawasan karst yang tersebar di beberapa daerah seperti di Pacitan, Gombong, Tuban, Malang Selatan dan Gunung Sewu. Bahkan Gunung Sewu adalah salah satu kawasan karst yang menjadi salah satu warisan dunia yang harus dijaga kelestariannya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Topografi Karst
Bentuk lahan solusional ini terbentuk akibat proses pelarutan batuan yang terjadi pada daerah berbatuan karbonat tertentu. Tidak semua batuan karbonat tersebut dapat membentuk topografi karts, faktor lain yang dapat membentuk topografi karts adalah:
  • Batuan mudah larut
  • Terletak pada daerah tropis basah dengan topografi tinggi
  • Vegetasi penutup cukup rapat
Batuan karbonat yang banyak memiliki diaklas akan memudahkan air untuk melarutkan batuan CaCo3. Oleh karena itu batuan karbonat yang memiliki sedikit diaklas, walaupun terletak pada daerah dengan curah hujan cukup tinggi, tidak terbentuk topografi karts. Vegertasi yang rapat akan menghasilkan humus, yang menyebabkan air di daerah tersebut memiliki Ph yang rendah atau air menjadi asam. Pada kondisi asam, air akan mudah untuk melarutkan batuan karbonat. Perpaduan antara batuan karbonat dengan banyak diaklas, curah hujan dan suhu yang tinggi, serta vegetasai yang lebat akna mendorong terjadinya topografi karts.
Menurut proses terjadinya bentuklahan asal proses solusional ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
  1. Bentuk sisa ( residual form)
Dari proses in terdapat dua macam bentukan yang terjadi pada proses residual form ini, yaitu kubah karts dan menara karts. Kubah karts merupakan bentukan yang memnyerupai dome. Bentuk ini dipisahkan oleh cockpit yang satu sama lain berhubungan. Selain itu juga dipisahkan oleh dataran alluvial karts. Kubah karts memiliki ketinggian yang seragam. Sedangkan menara karts memiliki lereng yang curam sampai tegak atau vertikal yang terpisah satu sama lain dan sebarannya lebih jarang.
Bentuk erosional (solusional form)
Bentuk erosional (solusional form)
Gambar di atas menunjukan bagian dan penyusun topografi Karst, yang terdiri dari berbagai macam bentuk lahan
Asal mula topografi karst adalah adanya pengendapan gamping didasar laut, kemudian terangkat di atas muka air laut dan selanjutnya oleh air hujan batu gamping tersebut terlarutkan menjadi bentuk-bentuk kubah, dan cekungan.
Syarat-syarat perkembangan
  • Batuan mudah larut (CaCO3 dan CaMgCO3)
  • Batuan tersebut tebal
  • Banyak rekahan (diaklas)
  • Vegetasi rapat
Daerah tropik basah
Dimana terjadi proses pelarutan Kalsium Karbonat oleh air CaCO3 + H2O + CO2 Ca(HCO3)2 H2O + CO2 H2CO3+ CaCO3 Ca(HCO3)2 +  H2
Bila batugamping sudah terlarut biasanya akan menyisakan bagian-bagian yang tidak dapat larut dalam air, terbentuk persenyawaan karbonat. Sisa-sisa ini berkomposisi besi, berwarna merah atau merah coklat.
http://derizkadewantoro.files.wordpress.com/2010/07/karst2.jpg?w=300&h=224
Ada beberapa proses pembentukan rupa bumi karst, dan memiliki tahapan yang terjadi. Di kawasan karst yang udah  dianggap lazim di dunia yaitu di sebelah timur laut Adriatic. Di kawasan ini batua-batunya mengalami patahan dan retakan yang hebat. Tahap pertama hanya terjadi aliran batu kapur. Walaupun begitu, aliran di permukaan tanah adalah hal yang suddah biasa. Kadang juga ditemukan lekukan-lekukan yang mempunyai sisi yang curam yang berasak dari proses gerak bumi. Dan di tengah-tengahnya ada retakan yang biasa disebut poljes. Bentuk-bentuk ini adalah bentukan kawasan karst yang sudah biasa ditemui di kawasan karst yang sudah mengalami perubahan seperti yang ada di Kentucky. Aliran di kawasan ini ditemukan bahwa mengikuti zona-zona patahn dan lipatan.
Proses yang kedua adalah bentuk-bentuk dolin ataupun tekukan yang berbentuk corong, semakin bertambah banyak, sehingga hamper mencangkup hamper seluruh dari kawasan tersebut. Bentuk-bentuk aliran di permukaan tanah mulai digantikan oleh aliran di bawah permukaan tanah. Beberapa dolin menjadi bertambah besar, yang dikarenakan oleh pengikisan-pengikisan bagian tepi dari dolin dan runtuhan dari goa-goa batu tadi.sehingga beberapa dlon bertemu dan membentuk suatu lekukan yang panjang. Yang bebentuk seperti lorong panjang yang disebut uvalas.
Pada proses berikutnya dimana keadaan rndah tinggi berada di banyak bagian dan permukaan tanah hlang. Dari dolin-dolin yang tererosi tadi tanahnya dialirkan ke daerah yang lebih rendah, sehingga lembah-lembah menjelma menjadi shale yang di bawahnya terdapat aliran yang tidak tetap. Aliran-aliran anak sungai yang tadinya mengalir jauh di atas permukaan tanah mulai mengalir kedalm tanah karena batu kapur yang tekikis oleh perkembangan foa dalm tanah. Permukan yang masih memiki batu kapur permuakaanya tidak merata yang membentuk puncak-puncak serta rangkaian lapies yang terjadi karena pelarutan yang terjadi di sepanjang retakan batu yang terjadi bertahun-tahu. Bentuk ini berbentuk seperti kulit kerang yang di dalamnya terdiri dar beberapa goa.
Proses terakhir dimana sistem biasa ank-anak sungai dipermukaan bumi yang memenuhi permukaan tanah. Lapisan batuan itu yang menonjol di hamper semua daerah. Diatasnya terdapat bukit kecil (hums) yang letaknya tidak terlihat diantara bukit-bukit (hums) yang lain.
I.       BENTUK LAHAN ASAL ORGANIK

Bentuklahan asal organik adalah bentuklahan ataulandform yang secara alamiah terbentuk dari proses kegiatan makhluk hidup, contohnya adalah bentuklahan terumbu karang (coral reefs). Terumbu karang adalah masa endapan kapur (limestone/CaCO3) di mana endapan kapur ini terbentuk dari hasil sekresi biota laut pensekresi kapur (coral/karang). Koral sendiri adalah koloni dari biota laut yang dinamakanpolyp. Hewan ini dicirikan memiliki bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel.P olyps hidup optimal di lautan dengan suhu berkisar 20 derajat Celsius dengan kedalaman lebih dari 150 kaki atau 45 meter.

Polyps
Sebagian besar polyps melakukan simbiosis dengan alga zooxanthellae yang hidup di dalam jaringannya. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae. Kedua organisme laut ini sama-samamenghasilkan atau mensekreasi kapur.
Jenis-jenis terumbu karang:
1.Fringing Reefs (Terumbu karang tepi)

Terumbu karang tepi berkembang di pesisir pantai pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Contoh Bunaken (Sulawesi)
2. Barrier reefs (Terumbu karang penghalang)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke arah laut lepas. Terbentuk pada kedalaman hingga 1.000 kaki atau 300 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

3. Atol (Terumbu karang cincin)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter.


J.      BENTUK LAHAN ASAL ANTROPOGENIK
. Antropogenik merupakan proses atau akibat yang berkaitan dengan dengan aktivitas manusia. Sehingga bentuk lahan antropogenik dapat disebut sebagai bentuk lahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas yang telah disengaja dan direncanakan untuk membuat bentuk lahan yang baru dari bentuk lahan yang telah ada maupun aktivitas oleh manusia yang secara tidak sengaja telah merubah bentuk lahan yang telah ada
Bentuk lahan antropogenik dapat dibentuk dari bentuk-bentuk lahan yang telah ada. Misalnya bentuk lahan marin yang dapat berubah menjadi pelabuhan dan pantai reklamasi seperti yang terdapat pada pantai Marina Semarang, dan bentuk lahan struktural dan fluvial dapat berubah menjadi waduk serta bentuk lahan struktural dan denudasional dari bukit yang telah mengalami perubahan bentuk akibat aktivitas manusia seperti yang terjadi di bukit Ngoro Mojokerto.
Contoh dari bentuk lahan antropogenik berbeda dengan contoh dari penggunaan lahan. Misalnya sawah dan permukiman, kedua contoh ini bukan merupakan bentuk lahan antropogenik melainkan termasuk pada bentuk penggunaan lahan atau landuse karena sawah dan permukiman tidak merubah bentuk lahan yang telah ada, sawah dan permukiman hanya termasuk upaya pemanfaatan dari permukaaan bentuk lahan. Bisa saja sawah ada di dataran bentuk lahan aluvial, di lereng gunung, atau bahkan di gumuk pasir. Begitu juga dengan permukiman juga bisa terdapat di dataran rendah, dataran tinggi, lembah, maupun kaki lereng, namun keberadaan sawah dan permukiman tersebut tidak bisa digolongkan dalam bentuk lahan antropogenik.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Bentuklahan merupakan hasil dari proses geomorfologi. Proses pembentukannya sangat dipengaruhi oleh proses pelapukan dan proses erosi pada jenis batuan yang berbeda, bergantung pada kondisi iklim, alam dan struktur batuan penyusunnya serta lama terjadinya proses morfogenesis. Bentuklahan merefleksikan jenis batuan dan kepekaan jenis batuan terhadap erosi dan pelapukan.
Bentuk lahan berdasarkan genesisnya terbagi menjadi sepuluh kelas utama, yaitu :
k.      Bentuk lahan asal struktural
l.        Bentuk lahan asal vulkanik
m.    Bentuk lahan asal denudasi
n.      Bentuk lahan asal fluvial
o.      Bentuk lahan asal marine
p.      Bentuk lahan asal glasial
q.      Bentuk lahan asal aeolin
r.        Bentuk lahan asal solusional
s.       Bentuk lahan asal organik
t.        Bentuk lahan asal antropogenik










DAFTAR PUSTAKA



2 komentar:

  1. lengkap banget gan..
    Ijin ngutip yak :D

    frm: ilmunyageografi.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Saran untuk para blogger alangkah baiknya kl ini diberi sumber

    BalasHapus