BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Geomorfologi
adalah merupakan salah satu bagian dari geografi. Di mana geomorfologi yang
merupakan cabang dari ilmu geografi, mempelajari tentang bentuk muka bumi, yang
meliputi pandangan luas sebagai cakupan satu kenampakan sebagai bentang alam
(landscape) sampai pada satuan terkecil sebagai bentuk lahan (landform).
Bentuk
lahan atau Iandform adalah bentukan alam di permukaan bumi khususnya di daratan
yang terjadi karena proses pembentukan tertentu dan melalui serangkaian evolusi
tertentu pula (Marsoedi, 1996). Sukmantalya (1995), menjelaskan bahwa bentuk
lahan merupakan suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh proses alami,
memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual dengan julat
tertentu yang terjadi dimanapun bentuk lahan tersebut terdapat. Lebih lanjut
dijelaskan, bahwa bentuklahan mencakup kemiringan lahan, proses geomorfologi;
mencakup banjir, tanah longsor, dan bahaya dari proses alam yang merugikan, sedangkan
mengenai kondisi tanah, antara lain mencakup kedalaman batuan dari pelapukan
material. Karakteristik geomorfologis dalam hal ini bentuk lahan/medan
memberikan informasi yang dapat menentukan dalam penggunaan lahan suatu daerah
tertentu.
Bentuk
lahan terdiri dari sistem Pegunungan, Perbukitan, Vulkanik, Karst, Alluvial,
Dataran sampai Marine terbentuk oleh pengaruh batuan penyusunnya yang ada di
bawah lapisan permukaan bumi.
1.2
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
dan memahami apa itu bentuklahan
2.
Untuk mengetahui
jenis-jenis bentuklahan
3.
Mengetahui
proses terbentuknya bentuklahan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bentuklahan
Bentuklahan merupakan hasil dari proses
geomorfologi. Proses pembentukannya sangat dipengaruhi oleh proses pelapukan
dan proses erosi pada jenis batuan yang berbeda, bergantung pada kondisi iklim,
alam dan struktur batuan penyusunnya serta lama terjadinya proses morfogenesis.
Bentuklahan merefleksikan jenis batuan dan kepekaan jenis batuan terhadap erosi
dan pelapukan. Para fisiograf
mendefinisikan bentuk lahan adalah berbagai kenampakan (multitudinous features), secara bersama
yang memberikan wujud pada permukaan bumi. Unsur-unsur bentuk lahan meliputi
seluruh kenampakan-kenampakan luas, seperti dataran (plain), dataran tinggi (plateau),
dan pegunungan (mountain), dan
demikian juga kenampakan-kenampakan lebih sempit misalnya bukit (hill), lembah (valley), lereng (slope),
ngarai (canyon), kipas alluvial (alluvial fan), dan lain-lain. Bentuk
lahan berdasarkan genesisnya terbagi menjadi sepuluh kelas utama, yaitu :
a. Bentuk
lahan asal struktural
b. Bentuk
lahan asal vulkanik
c. Bentuk
lahan asal denudasi
d. Bentuk
lahan asal fluvial
e. Bentuk
lahan asal marine
f. Bentuk
lahan asal glasial
g. Bentuk
lahan asal aeolin
h. Bentuk
lahan asal solusional
i.
Bentuk lahan asal
organik
j.
Bentuk lahan asal
antropogenik
A.
Bentuk
lahan asal struktural
Bentuklahan asal proses struktural
ini terbentuk karena adanya tenaga endogen yang mendorong lempeng samudra
menunjam lempeng benua. Bentuk lahan struktural terbentuk
karena adanya proses endogen atau proses tektonik, yang berupa pengangkatan,
perlipatan, dan pensesaran. Gaya (tektonik) ini bersifat konstruktif
(membangun), dan pada awalnya hampir semua bentuk lahan muka bumi ini dibentuk
oleh control struktural.
Pada awalnya struktural antiklin akan memberikan kenampakan cekung, dan structural horizontal nampak datar. Umumnya, suatu bentuk lahan structural masih dapat dikenali, jika penyebaran structural geologinya dapat dicerminkan dari penyebaran reliefnya.
Bentuklahan asal proses struktural ini terbentuk karena adanya tenaga endogen yang mendorong lempeng samudra menunjam lempeng benua.
Pada awalnya struktural antiklin akan memberikan kenampakan cekung, dan structural horizontal nampak datar. Umumnya, suatu bentuk lahan structural masih dapat dikenali, jika penyebaran structural geologinya dapat dicerminkan dari penyebaran reliefnya.
Bentuklahan asal proses struktural ini terbentuk karena adanya tenaga endogen yang mendorong lempeng samudra menunjam lempeng benua.
contoh bentuklahan struktural diantaranya :
patahan
Patahan (atau istilah geology-nya "fault") adalah satu bentuk
rekahan pada lapisan batuan bumi yg memungkinkan satu blok batuan bergerak
relatif terhadap blok yang lainnya,pergerakan-nya bisa relatif turun, relatif
naik, ataupun bergerak relatif mendatar terhadap blok yang lainnya pergerakan
yang tiba-tiba dari suatu patahan atau sesar bisa mengakibatkan gempa bumi
patahan/sesar
turun (atau disebut juga patahan/sesar normal)
adalah satu bentuk rekahan pada lapisan bumi yang memungkinkan satu blok batuan
bergerak relatif turun terhadap blok lainnya.
Patahan/sesar
naik (istilah geology-nya adalah "reverse fault"), teori
dasar-nya sama saja dengan patahan/sesar turun, tapi untuk sesar naik ini
bagian hanging wall-nya relatif bergerak naik terhadap bagian foot
wall…salah satu ciri sesar naik adalah sudut kemiringan dari sesar itu
termasuk kecil, berbeda dengan sesar turun yang punya sudut kemiringan bisa
mendekati vertical , keliatan kan lapisan batuan yang berwarna lebih
merah pada hanging wall berada pada posisi yang lebih atas (lebih shallow)
daripada lapisan batuan yang sama pada foot wall…ini menandakan
lapisan yang ada di hanging wall sudah bergerak relatif naik terhadap foot
wall-nya
.
Sesar mendatar
patahan normal
Patahan membalik
Horst
B. Bentuklahan asal vulkanik
Bentuklahan vulkanik secara sederhana
dibagi menjadi 2, yaitu bentuk-bentuk eksplosif (krater letusan, ash dan cinder
cone) dan bentuk-bentuk effusif (aliran lava/lidah lava, bocca, plateau lava,
aliran lahar dan lainnya) yang membentuk bentangan tertentu dengan distribusi
di sekitar kepundan, lereng bahkan kadang sampai kaki lereng. Struktur vulkanik
yang besar biasanya ditandai oleh erupsi yang eksplosif dan effusif, yang dalam
hal ini terbentuk volkanostrato. Erupsi yang besar mungkin sekali akan merusak
dan membentuk kaldera yang besar. Kekomplekkan terrain vulkanik akan terbentuk
bila proses-proses yang non-vulkanik berinteraksi dengan vulkanisme. Proses
patahan yang aktif akan menghasilkan erupsi linier dan depresi
volkano-tektonik. Satuan bentuklahan vulkanik dapat dikelompokkan lagi menjadi
satuan-satuan yang lebih kecil, dan sebagai contoh penyimbulannya antara lain :
satuan kepundan (VK), satuan kerucut parasiter (VKp), satuan lereng vulkan
(VL), satuan kakilereng gunungapi (VLk) dan satuan dataran fluvial gunungapi
(VDk).
Proses erosi vertikal yang kuat pada bagian hulu akibat aliran lava/lahar dan
curah hujan yang tinggi membentuk lembah-lembah sungai yang curam dan rapat
serta dibatasi oleh igir-igir yang runcing dengan pola mengikuti aliran
sungai-sungainya. Proses erosi dan denudasional yang bekerjasama menyebabkan
terbentuknya relief yang kasar dan topografi yang tinggi dengan kemiringan
lereng yang curam pada bagian lereng atas, kemudian terdapat tekuk lereng (break
of slope) yang mencirikan munculnya mataair membentuk sabuk mataair (spring
belt).
Pola aliran sungai terbentuk akibat proses geomorfologi yang bekerja pada
batuan di permukaan, sehingga terbentuk pola yang relatif annular sentrifugal
dengan anak-anak sungai utama relatif sejajar, kemudian bertemu pada tekuk
lereng pertama. Beberapa sungai bertemu kembali pada tekuk lereng kedua, dan
seterusnya. Kerapatan aliran umumnya tinggi pada lereng atas dan tengah, yang
semakin menurun kerapatannya ke arah lereng bawah dan kaki lereng.
Pola-pola kelurusan yang ada umumnya berupa igir-igir curam di kanan-kiri
sungai, pola kelurusan kontur yang melingkar serta break of slope yang
berasosiasi dengan spring belt. Vegetasi umumnya rapat berupa hutan lindung di
bagian atas, hutan penyangga di tengah dan akhirnya menjadi lahan budidaya
pertanian di bagian kaki lereng sampai dataran fluvialnya. Permukiman dapat
dijumpai mulai pada lereng tengah dengan kerapatan jarang ke arah bawah yang
mempunyai kerapatan semakin padat.
Kenampakan dari foto udara, tekstur umumnya kasar tetapi seragam pada
ketinggian atau klas lereng sama, semakin ke bawah semakin halus; rona agak
gelap sampai gelap; pola agak teraturdan umumnya kenampakan fisik mempunyai
pola yang kontinyu. Kenampakan yang khas adalah bahwa pada pusat kepundan akan
terlihat suatu kerucut yang di sekitarnya terdapat hamparan hasil erupsi tanpa
vegetasi penutup sedikitpun. Bekas-bekas aliran lava cair akan tampak berupa
garis-garis aliran di sekitar kepundan dan berhenti membentuk blok-blok dinding
terjal akibat pembekuan di luar.
Jenis-jenis vulkanisme berdasarkan bentuk:
- Gunungapi Perisai :
Gunungapi
perisai berbentuk seperti perisai (shields) terbentuk oleh letusan yang sangat
cair (efusief), yaitu berupa lelehan lava yang sangat luas dan landai. Ciri
gunungapi perisai adalah lerengnya sangat landai bahkan hampir datar,
Contohnya, Gunung Mauna Loa dan Gu nung Mauna Kea di Hawai.
2. Cinder
Cone
Merupakan
gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik menyebar di sekeliling
gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya. Jarang
yang tingginya di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya.
- Gunung api Strato :
Gunung api starto terbentuk akibat letusan
yang berulang-ulang dan berseling-seling antara bahan padat dan lelahan lava.
Sebagian besar gunung di Indonesia adalah gunung starto seperti :Gunung
Semeru, Gunung Merapi, Gunung Agung, Gunung Kerinci.
Dilihat dari aktivitasnya, gunung
api dibedakan menjadi 3:
1.
GUNUNG AKTIF
Gunung yang masih bekerja- kawahnya
selalu mengeluarkan asap, gempa, dan letusan.
contoh: Gunung Stromboli, Italia
2.
GUNUNG MATI
Gunung api yang sejak tahun 1600
sudah tidak meletus lagi.
contoh: Gunung Sumbing, Jawa Tengah.
3.
GUNUNG ISTIRAHAT
Gunung api yang sewaktu-waktu
meletus dan kemudian istirahat kembali.
contoh: Gunung Ciremai, Jawa Barat.
C. BENTUK LAHAN ASAL DENUDASI
Denudasi berasal dari kata dasar nude yang berarti telanjang, sehingga
denudasi berarti proses penelanjangan permukaan bumi. Denudasi cendurung akan
menurunkan bagian permukaan bumi yang positif hingga mencapai bentuk permukaan
bumi yang hampir datar membentuk dataran nyaris (pineplain).
Denudasi meliputi dua proses utama yaitu Pelapukan dan perpindahan
material dari bagian lereng atas ke lereng bawah oleh proses erosi dan gerak
massa batuan (masswashting).
Pelapukan
Pelapukan adalah proses berubahnya sifat fisik dan kimia batuan di permukaan dan atau dekat permukaan bumi tanpa di sertai perpindahan material. Pelapukan dapat dibagi manjadi pelpukan fisik, dan pelapukan biotic. Pelapukan fisik merupakan proses pecahnya batuan menjadi ukuran yang lebih kecil tanpa diikuti oleh perubahan komposisi kimia batuan. Perubahan kimia merupakan proses berubahnya komposisi kimia batuan sehingga menghasilkan mineral sekunder.
Pelapukan adalah proses berubahnya sifat fisik dan kimia batuan di permukaan dan atau dekat permukaan bumi tanpa di sertai perpindahan material. Pelapukan dapat dibagi manjadi pelpukan fisik, dan pelapukan biotic. Pelapukan fisik merupakan proses pecahnya batuan menjadi ukuran yang lebih kecil tanpa diikuti oleh perubahan komposisi kimia batuan. Perubahan kimia merupakan proses berubahnya komposisi kimia batuan sehingga menghasilkan mineral sekunder.
Factor pengontrol pelapukan adalah batuan induk, aktivitas organism,
topografi, dan iklim. Didalam evolusi bentanglahan yang menghasilkan
bentuklahan dedasuonal M. W. Davis mengemukakan adanya3 faktor yang
mempengaruhi perkembangan bentuklahan struktur geologi, proses geomorfologi,
waktu. Dengan adanya factor tersebut maka dalam evolusinya, bentuklahan
melewati beberapa stadium ; stadium muda, stadium dewasa, stadium tua.
Banyak klasifikasi gerak massa batuan tetapi
semuanya dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe gerakannya
a. Gerakan lambat
Tipe ini disebut tipe rayapan ; (rayapan tanah, rayapan batuan, rayapan batuan gletsyer, dan solifluction.
Tipe ini disebut tipe rayapan ; (rayapan tanah, rayapan batuan, rayapan batuan gletsyer, dan solifluction.
b. Gerakan cepat
Tipe ini dosebut tipe aliran ; (aliran lumpur , aliran tanah
Tipe ini dosebut tipe aliran ; (aliran lumpur , aliran tanah
c. Gerakan sangat cepat
Tipe gerakan ini disebut longsorlahan (landslide) yang terdiri dari Jatuh bebas : rock-fall, earth-fall Longsoran : rockslide, earthslide, debrisslide
Tipe gerakan ini disebut longsorlahan (landslide) yang terdiri dari Jatuh bebas : rock-fall, earth-fall Longsoran : rockslide, earthslide, debrisslide
d. Terban
Jatuhnya material batuan secara vertical tanpa adanya gerakan horizontal.
Jatuhnya material batuan secara vertical tanpa adanya gerakan horizontal.
Bentukan lahan asal denudasional
1. Pegunungan denudasional
2. Perbukitan denidasional
3. Perbukitan terisolasi
4. Nyaris dataran
5. Lereng kaki
6. Gabungan kipas kolluvial
7. Dinding terjal
8. Rombakan kaki lereng
9. Lahan rusak
10. Daerah dengan gerak massa
11. Keruvut talus
12. Monadnock
1. Pegunungan denudasional
2. Perbukitan denidasional
3. Perbukitan terisolasi
4. Nyaris dataran
5. Lereng kaki
6. Gabungan kipas kolluvial
7. Dinding terjal
8. Rombakan kaki lereng
9. Lahan rusak
10. Daerah dengan gerak massa
11. Keruvut talus
12. Monadnock
Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan
(sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat
transportasi angin, air
atau es, karakteristik hujan,
creep
pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk
hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi.
Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses
penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan
keduanya.
Erosi se benarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di
kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk,
penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan,
kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan
pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk
menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar
dari tanah dengan vegetasi alaminya.
Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur
akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar
tanaman pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktik tata guna lahan yang
maju dapat membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building,
praktik konservasi ladang dan penanaman pohon.
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah
bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi
lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan
air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air
ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan
mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh
aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang
selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai
sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.
Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami,
dan baik untuk ekosistem. Misalnya,
kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air.
erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal
sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk
besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu
pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe
sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor
biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut
dan tata guna lahan ooleh manusia.
Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah
hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai
tentunya lebih terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt,
terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu
pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan permeabilitas sedimen
atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air
meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan
yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang
mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau
silt. Dampak sodium dalam atmosfir terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya
diperhatikan
Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan
lahan. pada hutan yang tak terjamah, minerla tanah dilindungi oleh lapisan
humus dan lapisan organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam
dampak tetesan hujan. lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat
porus dan mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat
(kadang disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di
permukaan tanah dalam hutan. bila Pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau
penebangan, derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah.
kebakaran yang parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika
diikuti denga hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan
jalan, ketika lapisan sampah / humus dihilangkan atau dipadatkan, derajad
kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi.
jalan, secara khusus memungkinkan terjadinya peningkatan derajat erosi,
karena, selain menghilangkan tutupan lahan, jalan dapat secara signifikan
mengubah pola drainase, apalagi jika sebuah embankment dibuat untuk menyokong
jalan. Jalan yang memiliki banyak batuan dan hydrologically invisible ( dapat
menangkap air secepat mungkin dari jalan, dengan meniru pola drainase alami)
memiliki peluang besar untuk tidak menyebabkan pertambahan erosi.
D.
BENTUK LAHAN ASAL FLUVIAL
Bentuklahan
asal proses fluvial terbentuk akibat aktivitas aliran sungai yang berupa
pengikisan, pengangkutan dan pengendapan (sedimentasi) membentuk
bentukan-bentukan deposisional yang berupa bentangan dataran aluvial (Fda) dan
bentukan lain dengan struktur horisontal, tersusun oleh material sedimen
berbutir halus. Bentukan-bentukan ini terutama berhubungan dengan daerah-daerah
penimbunan seperti lembah-lembah sungai besar dan dataran aluvial.
Bentukan-bentukan kecil yang mungkin terjadi antara lain dataran banjir (Fdb),
tanggul alam (Fta), teras sungai (Fts), dataran berawa (Fbs), gosong sungai
(Fgs) dan kipas aluvial (Fka). Asosiasi antara proses fluvial dengan marin
kadang membentuk delta (Fdt) di muara sungai yang relatif tenang. Beberapa hal
proses-proses fluvial seperti pengikisan vertikal maupun lateral dan berbagai
macam bentuk sedimentasi sangat jelas dapat dilihat pada citra atau foto udara.
Sungai-sungai
yang terdapat pada satuan ini umumnya dikelompokkan dalam stadia dewasa, yaitu
sungai yang telah mengalami gradasi dan berada dalam keadaan seimbang sehingga
energinya hanya cukup untuk membawa dan memindahkan bebannya saja. Erosi dan
pengendapan seimbang yang membentuk hamparan dataran yang luas ke arah pantai.
Sungai peringkat dewasa membentuk
dataran banjir dengan pengendapan sebagian bebannya. Pengendapan ini yang
membentuk dataran banjir di kanan-kiri sungai yang disebabkan karena air sungai
semasa banjir melimpah tebing dan tidak lagi tersalurkan karena terhambat dan
dangkal. Jika pengendapan beban bertumpuk dan terakumulasi di kanan kiri sungai
akan terbentuk tanggul alam (natural
levees) yang lebih tinggi dari dataran banjir di sekitarnya.
Ciri khusus dataran aluvial di
bagian bawah adalah adanya pola saluran yang berkelok-kelok (meanders). Pola ini terbentuk akibat
proses penimbunan pada bagian luar kelokan dan erosi secara bergantian,
sementara kecepatan aliran berkurang akibat menurunnya kemiringan lereng.
Pengendapan cukup besar, sehingga aliran kadang tidak mampu lagi mengangkut
material endapan, yang akhirnya arah aliran membelok begitu seterusnya
membentuk kelokan-kelokan tertentu.
Pola aliran sungai pada daerah datar
yang penuh beban endapan pasir, kerikil dan bongkah-bongkah, dimana alirannya
menyilang dan sering berpindah dan dipisahkan oleh igir lembah (levee ridge) membentuk pola sungai
teranyam (braided stream). Sungai
yang mengalami peremajaan akan membentuk undak-undakan di kanan-kiri sungai
yang mempunyai struktur sama membentuk teras sungai (rivers terraces). Pada suatu mulut lembah di daerah pegunungan yang
penyebarannya memasuki wilayah dataran, kadang terbentuk suatu bentukan kipas
akibat aliran sungai yang menuruni lereng yang disebut kipas aluvial. Dari
mulut lembah kemudian menyebar dan meluas dengan sudut kemiringan makin
melandai. Fraksi kasar akan terakumulasi di mulut lembah dan fraksi halus akan
tersebar semakin menjauhi mulut lembah di wilayah dataran. Berkurangnya
kecepatan atau daya angkut material menyebabkan banyak material terakumulasi di
bagian hilir, dan akan muncul pada saat air sungai menurun yang disebut gosong
sungai. Hal ini umumnya dijumpai pada sungai-sungai besar dan meanders.
Secara umum apabila dilihat dari foto udara, kenampakan bentuklahan hasil
proses fluvial mempunyai struktur horisontal, menyebar dan meluas di kanan kiri
sungai dengan tekstur halus dan seragam, rona agak gelap sampai gelap, material
berupa endapan pasir dan kerikil yang relatif halus, pola aliran dendritik
kompleks, ada cirikhas aliran meanders dan braided di bagian hilir, penggunaan lahan
untuk sawah irigasi dan permukiman padat.
Pengertian
Geomorfologi Fluvial
Satuan geomorfologi yang
pembentukannya erat hubungannya dengan proses fluviatil. Proses fluviatil
adalah semua proses yang terjadi di alam baik fisika, maupun kimia yang
mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi
air permukaan, baik yang merupakan air yang mengalir secara terpadu (sungai),
maupun air yang tidak terkonsentrasi ( sheet water). Proses fluviatil akan
menghasilkan suatu bentang alam yang khas sebagai akibat tingkah laku air yang
mengalir di permukaan. Bentang alam yang dibentuk dapat terjadi karena proses
erosi maupun karena proses sedimentasi yang dilakukan oleh air permukaan.
E.
BENTUK LAHAN ASAL MARINE
Geomorfologi asal marin merupakan bentuk lahan yang
terdapat di sepanjang pantai. Proses perkembangan daerah pantai itu sendiri
sangat dipengaruhi oleh kedalaman laut. Semakin dangkal laut maka akan semakin
mempermudah terjadinya bentang alam daerah pantai, dan semakin dalam laut maka
akan memperlambat proses terjadinya bentang alam di daerah pantai.
F.
BENTUK LAHAN ASAL GLASIAL
Pengertian Gletser
Gletser atau glasier atau glesyer
adalah sebuah bongkahan es yang besar yang terbentuk di atas permukaan tanah
yang merupakan akumulasi endapan salju yang membatu selama kurun waktu yang
lama. Bongkahan es ini dapat berupa wilayah daratan yang sangat luas. Saat ini,
es abadi menutupi sekitar 10% daratan yang ada di bumi. Sebagian besar
bongkahan es yang besar ini berada atau terdapat di wilayah kutub, baik
terdapat di wilyah kutub utara, maupun terdapat di wilayah kutub selatan.
Meskipun banyak orang yang mengira gletser selalu ada di daerah kutub,
sesungguhnya mereka juga bisa berada di daerah pegunungan tinggi di seluruh
benua, kecuali Australia, bahkan juga terdapat di pegunungan tinggi di daerah
dekat khatulistiwa. Pegunungan Jayawijaya yang terdapat di Provinsi Papua
Barat, di Kepulauan Negara Indonesia, merupakan salah satu contoh pegunungan
tinggi yang memiliki banyak gletser dan terdapat di wilayah garis khatulistiwa
yang terkenal lebih memiliki iklim yang bersifat lebih tropis.
Gletser terjadi di mulai pada lereng
pergunungan yang berbentuk cekungan yang di sebut dengan sirka (cirque).
Gletser terbentuk ketika salju segar turun, setelah mengendap udara yang
terperangkap di antara serpihan salju terdorong keluar sehingga terjadi keping
salju padat yang di sebut dengan firn. Saat salju semakin banyak turun di
puncak pegunungan, firn akan terpadatkan menjadi es gletser. Bebatuan (till)
yang jatuh dari puncak gunung pun akan ikut terbawa oleh gletser ini. Di daerah
yang curam es terpecah menjadi rekahan-rekahan yang berbentuk baji (crevasse).
Di ujungnya gletser mencair dan membentuk aliran sungai yang mengalir ke bawah
pegunungan. Karena gletser berisi dari berbagai macam zat seperti bebatuan,
salju, dan sedimen, sehingga saat gletser meluncur ke bawah akan merubah kontur
dari pegunungan.
Gletser-gletser ini akan terus ada
sepanjang musim. Ini sangat tergantung akan keseimbangan temperatur yang
terdapat di wilayah di mana gletser-gletser tersebut berada, khususnya di
wilayah kutub, baik di kutub utara maupun di kutub selatan. Para ilmuan
memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan
Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di
Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan
lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Pengaruh pemanasan
global atau sering disebut juga dengan istilah global warming dapat menyebabkan
bongkahan es yang besar ini mengalami proses pencairan. Proses pencairan ini
tidak akan berlangsung secara seketika, namun berlangsung secara gradually atau
secara pelan-pelan dan berlangsung secara terus-menerus. Jika hal ini sampai
terjadi, proses pencairan bongkahan es yang besar ini dapat menyebabkan
peninggian muka air laut yang efek terbesarnya tentu saja dapat menenggelamkan
beberapa kota atau beberapa daerah di permukaan bumi yang secara fakta memiliki
ketinggian permukaan yang rendah, bahkan memiliki ketinggian di bawah muka air
laut, contohnyaa seperti kota Amsterdam di Negara Belanda yang di mana kota
tersebut memiliki ketinggian permukaan di bawah ketinggian permukaan air laut
yang berada di sekeliling kota tersebut.
G.
BENTUK
LAHAN ASAL AEOLIN
Bentuklahan asal proses eolin
dapat terbentuk dengan baik jika memiliki persyaratan sebagai berikut :
1. Tersedia material berukuran pasir halus hingga pasir kasar dengan jumlah yang banyak
2. Adanya periode kering yang panjang dan tegas
3. Adanya angin yang mampu mengangkut dan mengendapkan bahan pasir tersebut
4. Gerakan angin tidak banyak terhalang oleh vegetasi maupun objek yang lain.
Endapan oleh angin terbentuk oleh adanya pengikisan,pengangkutan dan pengendapan bahan-bahan tidak kompak oleh angin. Endapan karena angin yang paling utama adalah gumuk pasir(sandunes),dan endapan debu(loose). Kegiatan angin mempunyai dua aspek utama,yaitu bersifat erosif dan deposisi. Bentuklahan yang berkembang terdahulu mungkin akan berkembang dengan baik apabila di padang pasir terdapat batuan.
1. Tersedia material berukuran pasir halus hingga pasir kasar dengan jumlah yang banyak
2. Adanya periode kering yang panjang dan tegas
3. Adanya angin yang mampu mengangkut dan mengendapkan bahan pasir tersebut
4. Gerakan angin tidak banyak terhalang oleh vegetasi maupun objek yang lain.
Endapan oleh angin terbentuk oleh adanya pengikisan,pengangkutan dan pengendapan bahan-bahan tidak kompak oleh angin. Endapan karena angin yang paling utama adalah gumuk pasir(sandunes),dan endapan debu(loose). Kegiatan angin mempunyai dua aspek utama,yaitu bersifat erosif dan deposisi. Bentuklahan yang berkembang terdahulu mungkin akan berkembang dengan baik apabila di padang pasir terdapat batuan.
Pada hakekatnya bentuklahan asal
proses eolin dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Erosional, contohnya : lubang angin dan lubang ombak
2. Deposisional, contohnya : gumuk pasir (sandunes)
3. Residual , contohnya : lag deposit, deflation hollow , dan pans
Contoh bentuk lahan asal proses eolin :
1. Gumuk Pasir atau Sandunes
1. Erosional, contohnya : lubang angin dan lubang ombak
2. Deposisional, contohnya : gumuk pasir (sandunes)
3. Residual , contohnya : lag deposit, deflation hollow , dan pans
Contoh bentuk lahan asal proses eolin :
1. Gumuk Pasir atau Sandunes
Gumuk pasir adalah gundukan bukit atau igir dari pasir yang terhembus angin. Gumuk pasir dapat dijumpai pada daerah yang memiliki pasir sebagai material utama, kecepatan angin tinggi untuk mengikis dan mengangkut butir-butir berukuran pasir, dan permukaan tanah untuk tempat pengendapan pasir, biasanya terbentuk di daerah arid (kering).
Bentuk gumuk pasir bermacam-macam
tergantung pada faktor-faktor jumlah dan ukuran butir pasir, kekuatan dan arah
angin, dan keadaan vegetasi. Bentuk gumuk pasir pokok yang perlu dikenal adalah
bentuk sabit (barchans),melintang (transverse), memanjang (longitudinal dune),
parabola (parabolik), bintang (star dune).
Morfologi
Morfologi
Secara garis besar, ada dua tipe
gumuk pasir, yaitu free dunes (terbentuk tanpa adanya suatu penghalang) dan
impedeed Dunes (yang terbentuk karena adanya suatu penghalang).Beberapa tipe gumuk
pasir:
a. Gumuk Pasir sabit (barchan)
Gumuk pasir ini bentuknya menyerupai
bulan sabit dan terbentuk pada daerah yang tidak memiliki barrier.(penghalang)
Besarnya kemiringan lereng daerah yang menghadap angin lebih landai
dibandingkan dengan kemiringan lereng daerah yang membelakangi angin, sehingga
apabila dibuat penampang melintang tidak simetri. Ketinggian gumuk pasir
barchan umumnya antara 5 – 15 meter. Gumuk pasir ini merupakan perkembangan,
karena proses eolin tersebut terhalangi oleh adanya beberapa tumbuhan, sehingga
terbentuk gumuk pasir seperti ini dan daerah yang menghadap angin lebih landai
dibandingkan dengan kemiringan lereng daerah yang membelakangi angin.
b . Gumuk Pasir Melintang (transverse
dune)
Gumuk pasir ini terbentuk di daerah
yang tidak berpenghalang dan banyak cadangan pasirnya. Bentuk gumuk pasir
melintang menyerupai ombak dan tegak lurus terhadap arah angin. Awalnya, gumuk
pasir ini mungkin hanya beberapa saja, kemudian karena proses eolin yang terus
menerus maka terbentuklah bagian yang lain dan menjadi sebuah koloni. Gumuk
pasir ini akan berkembang menjadi bulan sabit apabila pasokan pasirnya
berkurang.
b. Gumuk Pasir Parabolik
Gumuk pasir ini hampir sama dengan
gumuk pasir barchan akan tetapi yang membedakan adalah arah angin. Gumuk pasir
parabolik arahnya berhadapan dengan datangnya angin. Awalnya, mungkin gumuk
pasir ini berbentuk sebuah bukit dan melintang, tetapi karena pasokan pasirnya
berkurang maka gumuk pasir ini terus tergerus oleh angin sehingga membentuk
sabit dengan bagian yang menghadap ke arah angin curam.
c. Gumuk Pasir Memanjang (longitudinal dune)
Gumuk pasir memanjang adalah gumuk
pasir yang berbentuk lurus dan sejajar satu sama lain. Arah dari gumuk pasir
tersebut searah dengan gerakan angin. Gumuk pasir ini berkembang karena
berubahnya arah angin dan terdapatnya celah diantara bentukan gumuk pasir awal,
sehingga celah yang ada terus menerus mengalami erosi sehingga menjadi lebih
lebar dan memanjang.
d. Gumuk Pasir Bintang (star dune)
Gumuk pasir bintang adalah gumuk
pasir yang dibentuk sebagai hasil kerja angin dengan berbagai arah yang
bertumbukan. Bentukan awalnya merupakan sebuah bukit dan disekelilingnya
berbentuk dataran, sehingga proses eolin pertama kali akan terfokuskan pada
bukit ini dengan tenaga angin yang datang dari berbagai sudut sehingga akan
terbentuk bentuklahan baru seperti bintang. Bentuk seperti ini akan hilang
setelah terbentuknya bentukan baru disekitarnya.
2. Loess
Loess adalah bentuklahan asal proses eoline yang terbentuk dari bahan endapan angin yang berukuran debu oleh erosi angin yang berasal dari daerah gurun dan pada umumnya tidak berlapis. Bentuk lahan ini kemungkinan juga mengandung pasir halus dan liat. Bahan seperti loess ini menutupi 1/10 daratan di muka bumi. Loess umumnya berwarna kuning dengan sekurang kurangnya 60%-70% partikel berukuran debu dan bertekstur geluh berdebu atau geluh liat berdebu. Loess cenderung pecah-pecah pada sepanjang bidang vertical apabila terkuak oleh erosi air atau aktivitas manusia. Akibatnya banyak bidang vertical yang stabil yang mencapai ketinggian 6 m terdapat pada daerah loess di sepanjang sisi lembah dan galian untuk jalan.
H.
BENTUK
LAHAN ASAL SOLUSIONAL
Fenomena kawasan karst merupakan
fenomena unik yang terdapat di permukaan bumi. Secara geomorfologis, kawasan
karst merupakan daerah yang dominan berbatuan karbonat.
Kawasan
karst merupakan kawasan yang mudah rusak. Batuan dasarnya mudah larut sehingga mudah
sekali terbentuk gua-gua bawah tanah dari celah dan retakan. Mulai banyaknya
permukiman penduduk yang terdapat di daerah ini akan berpengaruh terhadap
tingginya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Istilah
karst yang dikenal di Indonesia sebenarnya diadopsi dari bahasa
Yugoslavia/Slovenia. Istilah aslinya adalah ‘krst / krast’ yang merupakan nama
suatu kawasan di perbatasan antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota
Trieste. kosistem Karst adalah areal-areal yang mempunyai lithologi dari bahan
induk kapur
Ada juga
yang menyimpulkan bahwa jika ada sebuah daerah yang memiliki banyak sungai
bawah tanah sering sekali dijuluki dengan Kawasan karst. Salah satu
kondisi wilayah karst yang paling terlihat oleh mata adalah sebuah daerah yang
kering dan panas pada permukaan tanah namun di bawah tanah menyimpan volume air
dalam jumlah besar
Terbentuk karena batuan muda dilarutkan dalam air dan
membentuk lubang-lubang.
Terjadi pada wilayah yang tersusun oleh batugamping,
batuan dolomit atau gamping dolomitan.
Berkembang di daerah yang mempunyai curah hujan cukup.
Ekosistem
karst memiliki sebuah keunikan sendiri, baik secara fisik, maupun dalam aspek
keanekaragaman hayati. Sifat yang rentan dari biota gua, merupakan sebuah
indikator penting terhadap perubahan lingkungan. Belum banyak jenis biota gua
Indonesia yang diungkapkan. Baru beberapa jenis udang gua (Macrobrachium
poeti), kalanjengking gua dari Maros (Chaerilus sabinae), kepiting
gua buta (Cancrocaeca xenomorpha), kepiting mata kecil (Sesarmoides
emdi), isopoda gua (Cirolana marosina), Anthura munae,
kumbang gua (Eustra saripaensis), Mateullius troglobiticus, Speonoterus
bedosae, ekorpegas gua (Pseudosinella maros), Stenasellus
covillae, S. stocki, S., dan S. Monodi dan S. javanicus dari Karst
Cibinong.
Yang juga
menjadi arti penting kawasan karst adalah ketersediaan air tanah yang sangat
dibutuhkan oleh kawasan yang berada di bawahnya. Termasuk di dalamnya
ketersediaan air tawar (dan bersih) bagi kehidupan manusia, baik untuk
keperluan harian maupun untuk pertanian dan perkebunan.
Proses
pengrusakan yang lebih besar dilakukan oleh kepentingan industri. Langkanya
semen kemudian dijadikan dallih untuk melegalkan upaya penambangan di kawasan
ekosistem karst. Padahal, di Indonesia kawasan ini tak lebih dari 15,4 juta
hektar dan 192 juta hektar lahan daratan negeri. Penggunaan bahan peledak untuk
menghancurkan batuan pun, menambah proses kehancuran sistem yang ada di kawasan
karst.
Masih begitu
banyak keunikan yang dimiliki oleh ekosistem karst, yang menjadikan kawasan ini
bernilai penting bagi kehidupan. Termasuk, di saat terjadi kekeringan, maka
kawasan ini merupakan tempat diperolehnya tetesan air. Sungai-sungai bawah
tanah masih akan terus mengaliri sungai permukaan, selama kawasan ini terjaga.
Karst,
merupakan kawasan terakhir untuk berkehidupan. Kemampuan kawasan ini
menyediakan kebutuhan udara, air dan sumber pakan, menjadi kelebihan kawasan
ini. Pada fase awal peradaban pun, lebih banyak makhluk hidup yang
menggantungkan hidupnya di kawasan karst. Karenanya, banyak ditemui lukisan di
dinding gua, yang kemudian juga menjadi catatan atas sejarah kehidupan.
Kawasan
karst merupakan kawasan yang kompleks, dan dibutuhkan pengertian serta
pengetahuan yang lebih mendalam untuk pengelolaannya. Oleh karena itu,
diperlukan suatu upaya pengelolaan yang tepat untuk meminimalisir segala
potensi permasalahan yang mungkin terjadi
Kita dapat
menentukan bidang gua-gua dalam istilah yang sesuai dengan bentuk lahan dan dihubungkan dengan
proses bentuk bumi. Daerah karst umumnya dicirikan dengan adanya closed
depression, drainase permukaan dan gua. Daerah ini
dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping yang lazim dan
relatif mendekati. Tetapi pelarutan batuan terjadi di litologi lain,
terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti
halnya gips dan halite, dalam silika seperti
halnya batupasir dan kuarsa, dan di basalt dan granit dimana ada
bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable). Semua
tersebut diatas adalah benar-benar karst. Daerah karst dapat juga terbentuk
oleh proses yang lain – cuaca, kegiatan hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan
pengosongan batu cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita
dapat memilih untuk penyebutan bent.
Perlindungan
kawasan karst menjadi penting dan mendesak. Saat ini baru sebagian kecil
kawasan karst di negeri ini yang memperoleh kehidupan. Sama halnya dengan
kawasan ekosistem kerangas yang masih sangat terancam keberadaannya. Semakin
banyak ekosistem unik dan langka di negeri ini yang tak mampu bertahan diantara
relung keserakahan segelintir kelompok manusia. Kawasan karst merupakan kawasan
yang kompleks, dan dibutuhkan pengertian serta pengetahuan yang lebih mendalam
untuk pengelolaannya. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya pengelolaan yang
tepat untuk meminimalisir segala potensi permasalahan yang mungkin terjadi.
Kita dapat
menentukan bidang gua-gua dalam istilah yang sesuai dengan bentuk lahan dan dihubungkan dengan
proses bentuk bumi. Daerah karst umumnya dicirikan dengan adanya closed
depression, drainase permukaan dan gua. Daerah ini
dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping yang lazim dan
relatif mendekati. Tetapi pelarutan batuan terjadi di litologi lain,
terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti
halnya gips dan halite, dalam silika seperti
halnya batupasir dan kuarsa, dan di basalt dan granit dimana ada
bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable). Semua
tersebut diatas adalah benar-benar karst. Daerah karst dapat juga terbentuk
oleh proses yang lain – cuaca, kegiatan hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan
pengosongan batu cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita
dapat memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok adalah pseudokarst (karst
palsu).
Kawasan
karst Indonesia mencakup wilayah yang cukup luas dan dijumpai hampir di setiap
pulau dan menyimpan nilai strategis yang tinggi bagi manusia, flora, fauna dan
perkembangan ilmu khususnya kebumian. Pulau Jawa sendiri memiliki beberapa
kawasan karst yang tersebar di beberapa daerah seperti di Pacitan, Gombong,
Tuban, Malang Selatan dan Gunung Sewu. Bahkan Gunung Sewu adalah salah satu kawasan
karst yang menjadi salah satu warisan dunia yang harus dijaga kelestariannya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Topografi Karst
Bentuk lahan
solusional ini terbentuk akibat proses pelarutan batuan yang terjadi pada
daerah berbatuan karbonat tertentu. Tidak semua batuan karbonat tersebut dapat
membentuk topografi karts, faktor lain yang dapat membentuk topografi karts
adalah:
- Batuan mudah larut
- Terletak pada daerah tropis basah dengan topografi tinggi
- Vegetasi penutup cukup rapat
Batuan
karbonat yang banyak memiliki diaklas akan memudahkan air untuk melarutkan
batuan CaCo3. Oleh karena itu batuan karbonat yang memiliki sedikit diaklas,
walaupun terletak pada daerah dengan curah hujan cukup tinggi, tidak terbentuk
topografi karts. Vegertasi yang rapat akan menghasilkan humus, yang menyebabkan
air di daerah tersebut memiliki Ph yang rendah atau air menjadi asam. Pada
kondisi asam, air akan mudah untuk melarutkan batuan karbonat. Perpaduan antara
batuan karbonat dengan banyak diaklas, curah hujan dan suhu yang tinggi, serta
vegetasai yang lebat akna mendorong terjadinya topografi karts.
Menurut proses terjadinya bentuklahan asal proses solusional
ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
- Bentuk sisa ( residual form)
Dari proses
in terdapat dua macam bentukan yang terjadi pada proses residual form ini,
yaitu kubah karts dan menara karts. Kubah karts merupakan bentukan yang
memnyerupai dome. Bentuk ini dipisahkan oleh cockpit yang satu sama lain
berhubungan. Selain itu juga dipisahkan oleh dataran alluvial karts. Kubah
karts memiliki ketinggian yang seragam. Sedangkan menara karts memiliki lereng
yang curam sampai tegak atau vertikal yang terpisah satu sama lain dan
sebarannya lebih jarang.
Bentuk erosional (solusional form)
Gambar di atas menunjukan bagian dan penyusun
topografi Karst, yang terdiri dari berbagai macam bentuk lahan
Asal mula topografi karst adalah adanya pengendapan
gamping didasar laut, kemudian terangkat di atas muka air laut dan selanjutnya
oleh air hujan batu gamping tersebut terlarutkan menjadi bentuk-bentuk kubah,
dan cekungan.
Syarat-syarat perkembangan
- Batuan mudah larut (CaCO3 dan CaMgCO3)
- Batuan tersebut tebal
- Banyak rekahan (diaklas)
- Vegetasi rapat
Daerah tropik basah
Dimana terjadi proses pelarutan Kalsium Karbonat oleh
air CaCO3 + H2O + CO2 Ca(HCO3)2 H2O
+ CO2 H2CO3+ CaCO3 Ca(HCO3)2
+ H2
Bila batugamping sudah terlarut biasanya akan
menyisakan bagian-bagian yang tidak dapat larut dalam air, terbentuk
persenyawaan karbonat. Sisa-sisa ini berkomposisi besi, berwarna merah atau
merah coklat.
Ada beberapa
proses pembentukan rupa bumi karst, dan memiliki tahapan yang terjadi. Di
kawasan karst yang udah dianggap lazim di dunia yaitu di sebelah timur
laut Adriatic. Di kawasan ini batua-batunya mengalami patahan dan retakan yang
hebat. Tahap pertama hanya terjadi aliran batu kapur. Walaupun begitu, aliran
di permukaan tanah adalah hal yang suddah biasa. Kadang juga ditemukan
lekukan-lekukan yang mempunyai sisi yang curam yang berasak dari proses gerak
bumi. Dan di tengah-tengahnya ada retakan yang biasa disebut poljes.
Bentuk-bentuk ini adalah bentukan kawasan karst yang sudah biasa ditemui di
kawasan karst yang sudah mengalami perubahan seperti yang ada di Kentucky.
Aliran di kawasan ini ditemukan bahwa mengikuti zona-zona patahn dan lipatan.
Proses yang
kedua adalah bentuk-bentuk dolin ataupun tekukan yang berbentuk corong, semakin
bertambah banyak, sehingga hamper mencangkup hamper seluruh dari kawasan
tersebut. Bentuk-bentuk aliran di permukaan tanah mulai digantikan oleh aliran
di bawah permukaan tanah. Beberapa dolin menjadi bertambah besar, yang
dikarenakan oleh pengikisan-pengikisan bagian tepi dari dolin dan runtuhan dari
goa-goa batu tadi.sehingga beberapa dlon bertemu dan membentuk suatu lekukan
yang panjang. Yang bebentuk seperti lorong panjang yang disebut uvalas.
Pada proses
berikutnya dimana keadaan rndah tinggi berada di banyak bagian dan permukaan
tanah hlang. Dari dolin-dolin yang tererosi tadi tanahnya dialirkan ke daerah
yang lebih rendah, sehingga lembah-lembah menjelma menjadi shale yang di
bawahnya terdapat aliran yang tidak tetap. Aliran-aliran anak sungai yang
tadinya mengalir jauh di atas permukaan tanah mulai mengalir kedalm tanah
karena batu kapur yang tekikis oleh perkembangan foa dalm tanah. Permukan yang
masih memiki batu kapur permuakaanya tidak merata yang membentuk puncak-puncak
serta rangkaian lapies yang terjadi karena pelarutan yang terjadi di
sepanjang retakan batu yang terjadi bertahun-tahu. Bentuk ini berbentuk seperti
kulit kerang yang di dalamnya terdiri dar beberapa goa.
Proses
terakhir dimana sistem biasa ank-anak sungai dipermukaan bumi yang memenuhi
permukaan tanah. Lapisan batuan itu yang menonjol di hamper semua daerah.
Diatasnya terdapat bukit kecil (hums) yang letaknya tidak terlihat diantara
bukit-bukit (hums) yang lain.
I.
BENTUK
LAHAN ASAL ORGANIK
Bentuklahan asal organik adalah bentuklahan
ataulandform yang secara alamiah terbentuk dari proses kegiatan makhluk hidup,
contohnya adalah bentuklahan terumbu karang (coral reefs). Terumbu karang
adalah masa endapan kapur (limestone/CaCO3) di mana endapan kapur ini terbentuk
dari hasil sekresi biota laut pensekresi kapur (coral/karang). Koral sendiri
adalah koloni dari biota laut yang dinamakanpolyp. Hewan ini dicirikan memiliki
bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan
dikelilingi oleh tentakel.P olyps hidup optimal di lautan dengan suhu berkisar
20 derajat Celsius dengan kedalaman lebih dari 150 kaki atau 45 meter.
Polyps
Sebagian besar polyps melakukan simbiosis dengan alga
zooxanthellae yang hidup di dalam jaringannya. Dalam simbiosis, zooxanthellae
menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan
dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik
berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae.
Kedua organisme laut ini sama-samamenghasilkan atau mensekreasi kapur.
Jenis-jenis terumbu karang:
1.Fringing Reefs (Terumbu karang tepi)
Terumbu karang tepi berkembang di pesisir pantai pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Contoh Bunaken (Sulawesi)
2. Barrier reefs (Terumbu karang penghalang)
Terumbu
karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke
arah laut lepas. Terbentuk pada kedalaman hingga 1.000 kaki atau 300 meter.
Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan. Umumnya karang
penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk
gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan,
Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi
Tengah).
3. Atol (Terumbu karang cincin)
Terumbu
karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-pulau vulkanik
yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut
Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang
penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter.
J. BENTUK LAHAN ASAL ANTROPOGENIK
.
Antropogenik merupakan proses atau akibat yang berkaitan dengan dengan
aktivitas manusia. Sehingga bentuk lahan antropogenik dapat disebut sebagai
bentuk lahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Aktivitas tersebut dapat
berupa aktivitas yang telah disengaja dan direncanakan untuk membuat bentuk
lahan yang baru dari bentuk lahan yang telah ada maupun aktivitas oleh manusia
yang secara tidak sengaja telah merubah bentuk lahan yang telah ada
Bentuk
lahan antropogenik dapat dibentuk dari bentuk-bentuk lahan yang telah ada.
Misalnya bentuk lahan marin yang dapat berubah menjadi pelabuhan dan pantai
reklamasi seperti yang terdapat pada pantai Marina Semarang, dan bentuk lahan
struktural dan fluvial dapat berubah menjadi waduk serta bentuk lahan
struktural dan denudasional dari bukit yang telah mengalami perubahan bentuk
akibat aktivitas manusia seperti yang terjadi di bukit Ngoro Mojokerto.
Contoh
dari bentuk lahan antropogenik berbeda dengan contoh dari penggunaan lahan.
Misalnya sawah dan permukiman, kedua contoh ini bukan merupakan bentuk lahan
antropogenik melainkan termasuk pada bentuk penggunaan lahan atau landuse
karena sawah dan permukiman tidak merubah bentuk lahan yang telah ada, sawah
dan permukiman hanya termasuk upaya pemanfaatan dari permukaaan bentuk lahan.
Bisa saja sawah ada di dataran bentuk lahan aluvial, di lereng gunung, atau
bahkan di gumuk pasir. Begitu juga dengan permukiman juga bisa terdapat di
dataran rendah, dataran tinggi, lembah, maupun kaki lereng, namun keberadaan
sawah dan permukiman tersebut tidak bisa digolongkan dalam bentuk lahan
antropogenik.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Bentuklahan merupakan hasil dari proses geomorfologi.
Proses pembentukannya sangat dipengaruhi oleh proses pelapukan dan proses erosi
pada jenis batuan yang berbeda, bergantung pada kondisi iklim, alam dan
struktur batuan penyusunnya serta lama terjadinya proses morfogenesis.
Bentuklahan merefleksikan jenis batuan dan kepekaan jenis batuan terhadap erosi
dan pelapukan.
Bentuk lahan
berdasarkan genesisnya terbagi menjadi sepuluh kelas utama, yaitu :
k. Bentuk
lahan asal struktural
l.
Bentuk lahan asal
vulkanik
m. Bentuk
lahan asal denudasi
n. Bentuk
lahan asal fluvial
o. Bentuk
lahan asal marine
p. Bentuk
lahan asal glasial
q. Bentuk
lahan asal aeolin
r.
Bentuk lahan asal
solusional
s. Bentuk
lahan asal organik
t.
Bentuk lahan asal
antropogenik
DAFTAR PUSTAKA
lengkap banget gan..
BalasHapusIjin ngutip yak :D
frm: ilmunyageografi.blogspot.com
Saran untuk para blogger alangkah baiknya kl ini diberi sumber
BalasHapus