BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota
pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur.
Banten pada abad ke 5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Salah satu prasasti peninggalan
Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, yang ditemukan
di kampung lebak di tepi Ci Danghiyang, Kecamatan Munjul, Pandeglang, Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi
2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan
keberanian raja Purnawarman. Setelah runtuhnya kerajaan Tarumanagara (menurut beberapa sejarawan ini
akibat serangan kerajaan Sriwijaya), kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa dari Ujung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Seperti dinyatakan oleh Tome Pires, penjelajah Portugis pada tahun 1513, Banten menjadi salah satu
pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda. Menurut sumber Portugis tersebut, Banten adalah salah satu
pelabuhan kerajaan itu selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Kalapa, dan Cimanuk.
Diawali dengan penguasaan Kota Pelabuhan Banten, yang
dilanjutkan dengan merebut Banten Girang dari Pucuk
Umun pada tahun 1527, Maulana Hasanuddin, mendirikan Kesultanan Banten di wilayah bekas Banten Girang. Dan
pada tahun 1579, Maulana Yusuf, penerus Maulana Hasanuddin, menghancurkan Pakuan Pajajaran, ibukota atau pakuan (berasal dar
kata pakuwuan) Kerajaan Sunda. Dengan demikian pemerintahan di Jawa Barat
dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Hal itu ditandai dengan diboyongnya
Palangka Sriman Sriwacana, tempat duduk kala seorang raja dinobatkan, dari
Pakuan Pajajaran ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu
berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa diboyong ke Banten karena tradisi
politik waktu itu "mengharuskan" demikian. Pertama, dengan
dirampasnya Palangka tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja
baru. Kedua, dengan memiliki Palangka itu, Maulana Yusuf merupakan penerus
kekuasaan Kerajaan Sunda yang "sah" karena buyut perempuannya adalah
puteri Sri Baduga Maharaja.
Ketika sudah menjadi pusat Kesultanan Banten, sebagaimana
dilaporkan oleh J. de Barros, Banten merupakan pelabuhan besar di Asia Tenggara, sejajar dengan Malaka dan Makassar. Kota Banten terletak di
pertengahan pesisir sebuah teluk, yang lebarnya sampai tiga mil. Kota itu
panjangnya 850 depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 depa;
masuk ke dalam ia lebih panjang. Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai
yang jernih, di mana kapal jenis jung dan gale dapat berlayar masuk. Sepanjang
pinggiran kota ada sebuah anak sungai, di sungai yang tidak seberapa lebar itu
hanya perahu-perahu kecil saja yang dapat berlayar masuk. Pada sebuah pinggiran
kota itu ada sebuah benteng yang dindingnya terbuat dari bata dan lebarnya
tujuh telapak tangan. Bangunan-bangunan pertahanannya terbuat dari kayu,
terdiri dari dua tingkat, dan dipersenjatai dengan senjata yang baik. Di tengah
kota terdapat alun-alun yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ketentaraan
dan kesenian rakyat dan sebagai pasar di pagi hari. Istana raja terletak di
bagian selatan alun-alun. Di sampingnya terdapat bangunan datar yang
ditinggikan dan beratap, disebut Srimanganti, yang digunakan sebagai tempat
raja bertatap muka dengan rakyatnya. Di sebelah barat alun-alun didirikan
sebuah mesjid agung.
Pada awal abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah satu
pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata
administrasi modern pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya
perekonmian masyarakat. Daerah kekuasaannya mencakup juga wilayah yang sekarang
menjadi provinsi Lampung. Ketika orang Belanda tiba di Banten untuk pertama kalinya, orang Portugis telah
lama masuk ke Banten. Kemudian orang Inggris mendirikan loji di Banten dan
disusul oleh orang Belanda.
Selain itu, orang-orang Perancis dan Denmark pun pernah
datang di Banten. Dalam persaingan antara pedagang Eropa ini, Belanda muncul
sebagai pemenang. Orang Portugis melarikan diri dari Banten (1601), setelah
armada mereka dihancurkan oleh armada Belanda di perairan Banten. Orang Inggris
pun tersingkirkan dari Batavia (1619) dan Banten (1684) akibat tindakan orang Belanda.
Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
peraturan untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih
luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi pertama yang
dibentuk di wilayah Hindia Belanda yang diresmikan dengan surat keputusan
tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926
No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Banten menjadi
salah satu keresidenan dalam Provincie West Java disamping Batavia, Buitenzorg
(Bogor), Priangan, dan Cirebon.
1.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan memahami
profil Provinsi Banten
2. Untuk mengetahui
konsep lokasi Provinsi Banten
3. Untuk mengetahui keadaan alam dan kekayaan alam Provinsi
Banten
4. Untuk mengetahui
karakteristik penduduk Provinsi Banten
5. Untuk mengetahui
flora dan fauna yang terdapat di Provinsi Banten
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Peta Provinsi Banten
2.2
Peta kabupaten Banten
Provinsi Banten terdiri atas 4 kabupaten dan
4 kota. Berikut
adalah daftar kabupaten dan kota di Banten, beserta ibukota.
No.
|
Kabupaten/Kota
|
Ibu
kota
|
Logo
|
1
|
|||
2
|
|||
3
|
|||
4
|
|||
5
|
|||
6
|
|||
7
|
|||
8
|
·
Kabupaten Lebak
·
Kabupaten Pandeglang
·
Kabupaten Serang
·
Kabupaten Tangerang
·
Kota Cilegon
·
Kota Serang
·
Kota Tangerang
·
Kota Tangerang Selatan
2.2
Konsep Lokasi
Peta
lokasi Banten Negara Indonesia
Hari jadi 4 Oktober 2000
(hari jadi) Ibu kota Kota Serang Koordinat
5° 7' 50" - 7° 1' 11" LS
105° 1' 11" - 106° '12" BT
Demografi - Suku
bangsa Banten
(47%), Sunda (23%), Jawa
(12%), Betawi (10%), Tionghoa
(1%) [3]
- Agama
Islam
(96,6%), Kristen
(1,2%), Katolik
(1%), Buddha
(0,7%), Hindu
(0,4%) - Bahasa
Sunda,
Jawa Banten,
Indonesia,
dan Betawi Zona
waktu WIB
Kabupaten
4 Kota
4
2.3 Letak Administratif
Banten
merupakan provinsi yang berdiri berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2000
secara administratif, terbagi atas 4 Kabupaten dan 2 Kota yaitu : Kabupaten
Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang dan Kota Cilegon, dengan luas 8.651,20 Km2.
2.4 Letak Geologis dan Astronomis
Letak geografis Provinsi Banten pada batas
Astronomi 105º1'11² - 106º7'12² BT dan 5º7'50² -7º1'1² LS.
2.5 Keadaan Alam
2.5.1
Bentuk Lahan
Bentuk lahan yang terdapat di propinsi
Banten antara lain:
·
Gunung Aseupan
Gunung
Aseupan adalah gunung yang terletak di Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten, sekitar 18 km sebelah barat dari pusat kota Pandeglang.
·
Gunung
Karang
Gunung Karang adalah gunung berapi yang terdapat di bagian barat dari Banten, Indonesia. Ketinggian 1.778 m (5,833 kaki).
Jenis Stratovulcano
·
Gunung
Pulosari
Gunung
Pulosari adalah gunung
berapi di Kabupaten
Pandeglang, Banten, Indonesia. Walaupun tidak ada data letusan yang
pernah terjadi, tapi terdapat aktivitas fumarol yang terjadi di dinding kaldera
dengan kedalaman 300 meter.
Menurut Sajarah Banten, sesampai di Banten Girang, Sunan Gunung Jati dan puteranya, Hasanuddin, mengunjungi Gunung Pulosari yang
saat itu merupakan tempat kramat bagi kerajaan. Di sana, Gunung Jati menjadi
pemimpin agama masyarakat setempat, yang masuk Islam. Baru setelah itu Gunung
Jati menaklukkan Banteng Girang secara militer. Kemudian dia menjadi raja
dengan restu raja Demak. Dengan kata lain, Gunung Jati bukan
mendirikan kerajaan baru, tapi merebut tahta dari kerajaan yang sudah ada,
yaitu Banten Girang[1].
Di Museum
Nasional Indonesia di
Jakarta terdapat sejumlah arca yang disebut "arca Caringin" karena pernah menjadi hiasan
kebun asisten-resisten Belanda di tempat tersebut. Arca tersebut dilaporkan
ditemukan di Cipanas, dekat kawah Gunung Pulosari, dan terdiri dari satu dasar
patung dan 5 arca berupa Shiwa Mahadewa, Durga, Batara Guru, Ganesha dan Brahma. Coraknya mirip corak patung Jawa Tengah dari awal abad
ke-10.Diperkirakan Gunung Pulosari adalah tempat kramat Kerajaan Sunda, yang pernah ada antara tahun 932 dan
1030 di bagian utara provinsi Banten sekarang.
Bentuklahan Danau:
·
Setu Perigi
Perigi Setu adalah sebuah danau buatan yang luasnya sekitar 7 hektar dengan
kedalaman sekitar 1-4 meter, terletak di Kelurahan Perigi Lama, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten. Danau ini berhulu di kecamatan Ciputat, Tangerang selatan. Dari danau ini
dialirkan ke barat menuju sungai Kali Baru dan
ke timur ke rawa lindung yang semuanya berhilir di Kali Angke. Danau ini dibuat pada zaman Kolonial Belanda untuk kebutuhan irigasi persawahan,
terbuat dari bendungan tanah merah dan dinding semen. Terdapat sebuah pulau kecil di tengahnya yang baru
dibuat pada tahun 2000-an dari tumpukan lumpur proses pengerukan danau.
- Vegetasi Danau
Jenis ikan yang dulunya ada di danau ini adalah Gabus, Lele, Guppy, Cupang sawah, Julung-julung, Betok, Sepat, Belut, Mujair dan Yuyu (kepiting air tawar). Sementara Flora yang tumbuh di sekitarnya adalah
Palm Kiray (Arenga sp), Waru (Hibiscus tiliceus), Putat
(Planchoa valida), Asam (Tamarindus Indica), Pisang (Musa paradisiaca), Pinang sirih (Areca catechu), Dadap (Erythrina caffra), Jaran
(Pterospermum javanicum), Kihujan
(Gliceridia sepium), Beringin (Ficus Benjamina) dan rumput gajah (axonophus compressus) Di sebelah utara bendungan ini
terdapat pintu air (spillway)
yang menuju Kali Baru, tingginya sekitar 10 meter sehingga membentuk air terjun
(waterfall) yang oleh masyarakat sekitar disebut trapyakan. Di
sebelah timur danau ini berbatasan dengan dinding pagar sekolah internasional
yaitu Jakarta Japanese School. Sebelah selatan dengan perumahan Permata Bintaro dan di sebelah barat dengan perkampungan penduduk.
- Kondisi
Pencemaran air dari limbah rumah tangga dan
pendangkalan serius memaksa perlunya dilakukan rehabilitasi oleh dinas
pengairan Departemen
Pekerjaan Umum pada
tahun 2008. Telah terjadi juga penyerobotan lahan yang mengurangi luas danau
ini.
·
Situ
Gintung
Situ Gintung adalah danau kecil buatan yang terletak Kecamatan Ciputat Timur, Kota
Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Lokasi danau ini berada di sebelah barat daya kota Jakarta. Danau seluas 21,4 ha (2008) ini
telah berubah fungsi, dimanfaatkan sebagai tempat wisata taman.
2.5.2 Tanah
Sumber daya tanah wilayah Provinsi
Banten secara geografis terbagi dua tipe tanah yaitu: (a) kelompok tipe
tanah sisa atau residu
(b) kelompok tipe tanah hasil angkutan.
Secara umum distribusi dari masing-masing tipe
tanah ini di wilayah Propinsi Banten, terdapat di Kabupaten Serang, Kabupaten
Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota
Cilegon. Masing-masing tipe tanah yang terdapat di wilayah tersebut antara
lain:
1. aluvial
pantai dan sungai;
2. latosol;
3. podsolik
merah kuning;
4. regosol;
5. andosol;
6. brown
forest;
7. glei.
2.5.3
Penggunaan Lahan
Lahan
di propinsi Banten sebagian besar dipergunakan untuk lahan campuran, persawahan
dan tegalan. Rincian penggunaan lahan adalah:
No
|
Kab/kota
|
sawah
|
Bangunan
|
Tegalan
|
Kebun
Campuran
|
Rawa
Dan
Kolam
|
Lain-
Lain
|
Jumlah
|
1.
|
Kab.
Serang
|
55.552
|
28.714
|
55.927
|
17.790
|
9.167
|
10.595
|
177.472
|
2.
|
Kab.
Lebak
|
43.097
|
15.647
|
44.514
|
144.641
|
1.285
|
10.721
|
259.905
|
3.
|
Kab.Pandeglang
|
53.355
|
11.406
|
48.363
|
244.174
|
890
|
11.120
|
369.308
|
4.
|
Kab.
Tangerang
|
41.691
|
29.121
|
22.285
|
1.049
|
3.656
|
4.442
|
102.784
|
5.
|
Kota
Tangerang
|
1.536
|
9.290
|
1.906
|
1.242
|
96
|
2.475
|
16.545
|
6.
|
Kota
Cilegon
|
2.064
|
6.237
|
4.473
|
-
|
-
|
4.739
|
17.549
|
|
Jumlah
|
197.295
|
100.451
|
177.465
|
408.896
|
15.094
|
44.092
|
943.833
|
2.6 Karakteristik Penduduk
2.6.1 Suku
Suku
bangsa Banten terdiri dari:
Jawa (12%),
Betawi (10%),
Tionghoa (1%)
2.6.2
Budaya
Budaya Banten Seni Kebudayaan Tradisional Daerah
Propinsi Banten
Mengenal khasanah
kebudayaan Banten salah satu provinsi yang ada di Pulau Jawa, Indonesia.
Provinsi Banten dulunya adalah bagian dari daerah Provinsi Jawa Barat.
Hampir
sebagian besar masyarakat penduduk Banten memeluk agama Islam dengan semangat
religius yang tinggi. Salah satu ciri khas dari budaya masyarakat yang ada
Banten adalah:
·
seni
bela diri Pencak silat
·
Debus
Atraksi yang
sangat berbahaya tersebut biasa kita kenal dengan sebutan Debus, Konon kesenian
bela diri debus berasal dari daerah al Madad. Semakin lama seni bela diri ini
makin berkembang dan tumbuh besar disemua kalangan masyarakat banten sebagai
seni hiburan untuk masyarakat. Inti pertunjukan masih sangat kental gerakan
silat atau beladiri dan penggunaan senjata. Kesenian debus banten ini banyak
menggunakan dan memfokuskan di kekebalan seseorang pemain terhadap serangan
benda tajam, dan semacam senjata tajam ini disebut dengan debus.
Kesenian ini tumbuh dan berkembang
sejak ratusan tahun yang lalu, bersamaan dengan berkembangnya agama islam di
Banten. Pada awalna kesenian ini mempunyai fungsi sebagai penyebaran agama,
namun pada masa penjajahan belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung
Tirtayasa. Seni beladiri ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan
rakyat banten melawan penjajahan yang dilakukan belanda. Karena pada saat itu
kekuatan sangat tidak berimbang, belanda yang mempunyai senjata yang sangat
lengkap dan canggih. Terus mendesak pejuang dan rakyat banten, satu satunya
senjata yang mereka punya tidak lain adalah warisan leluhur yaitu seni beladiri
debus, dan mereka melakukan perlawanan secara gerilya.
Debus dalam bahasa Arab yang berarti
senjata tajam yang terbuat dari besi, mempunyai ujung yang runcing dan
berbentuk sedikit bundar. Dengan alat inilah para pemain debus dilukai, dan
biasanya tidak dapat ditembus walaupun debus itu dipukul berkali kali oleh
orang lain. Atraksi atraksi kekebalan badan ini merupakan variasi lain yang ada
dipertunjukan debus. Antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau tombak,
mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa luka, makan bara api,
memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak
terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi
dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras
sampai pakaian yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca,
membakar tubuh. Dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.
Dalam melakukan atraksi ini setiap
pemain mempunyai syarat syarat yang berat, sebelum pentas mereka melakukan
ritual ritual yang diberikan oleh guru mereka. Biasanya dilakukan 1-2 minggu sebelum
ritual dilakukan. Selain itu mereka juga dituntut mempunyai iman yang kuat dan
harus yakin dengan ajaran islam. Pantangan bagi pemain debus adalah tidak boleh
minum minuman keras, main judi, bermain wanita, atau mencuri. Dan pemain juga
harus yakin dan tidak ragu ragu dalam melaksanakan tindakan tersebut,
pelanggaran yang dilakukan oleh seorang pemain bisa sangat membahayakan jiwa
pemain tersebut.
Menurut beberapa sumber sejarah,
debus mempunyai hubungan dengan tarekat didalam ajaran islam. Yang intinya
sangat kental dengan filosofi keagamaan, mereka dalam kondisi yang sangat
gembira karena bertatap muka dengan tuhannya. Mereka menghantamkan benda tajam
ketubuh mereka, tiada daya upaya melainkan karena Allah semata. Kalau Allah
tidak mengijinkan golok, parang maupun peluru melukai mereka. Dan mereka tidak
akan terluka.
Pada saat ini banyak pendekar debus
bermukim dikecamatan Walantaka, keragilan dan wilayah serang. Yang sangat
disayangkan keberadaan debus makin lama kian berkurang, dikarenakan para pemuda
lebih suka mencari mata pencaharian yang lain. Dan karena memang atraksi ini
juga cukup berbahaya untuk dilakukan, karena tidak jarang banyak pemain debus
yang celaka karena kurang latihan maupun ada yang “jahil” dengan pertunjukan
yang mereka lakukan. Sehingga semakin lama warisan budaya ini semakin punah.
Dahulu kita bisa menyaksikan atraksi debus ini dibanyak wilayah banten, tapi
sekarang atraksi debus hanya ada pada saat event – event tertentu. Jadi tidak
setiap hari kita dapat melihat atraksi ini. Warisan budaya, yang makin lama
makin tergerus oleh perubahan jaman.
·
seni
Rudad
·
Umbruk
·
Tari
Saman
·
Tari
Topeng
·
Tari
Cokek
·
Dog-dog
·
Palingtung
·
Lojor
Adalah
suku Baduy yang merupakan suku asli penduduk Banten. Suku Baduy ini masih
terjaga keasliannya dan masih menjaga tradisi anti modernisasi. Mereka masih
menggunakan cara tradisional dalam kehidupannya baik cara berpakaian maupun
pola hidup lainnya. Suku Baduy terdapat di daerah kawasan Cagar Budaya
Pegunungan Kendeng seluas 5.101,85 hektare di daerah Kanekes, Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak.
Dalam
hal bahasa masyarakat asli Banten berbicara dengan menggunakan dialek yang
merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Adapaun pembagian dialek tersebut
dikelompokkan sebagai bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern. Dan ini masih
dibagi menjadi beberapa tingkatan dari tingkat halus sampai tingkat kasar
(informal).
Banten
memiliki Rumah adat yaitu rumah panggung yang atapnya di buat dari daun dan
lantainya dibuat dari pelupuh yaitu semacam tumbuhan bambu yang dibelah-belah.
Sedangkan untuk dindingnya terbuat dari bilik (gedek). Sebagai bahan penyangga
rumah panggung adalah terbuat dari batu yang sudah dibuat sedemikian rupa
sampai menjadi berbentuk balok yang ujungnya makin mengecil seperti batu yang
digunakan untuk alas menumbuk beras. Rumah adat Banten ini masih dapat di
jumapai di daerah yang dihuni oleh orang Kanekes atau disebut juga orang Baduy.
Budaya Banten, Seni Tradisional Banten, Kebudayaan daerah Banten, Seni kebudayaan propinsi Banten, Banten Indonesia.
2.6.3 Komposisi Penduduk
Penduduk
merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan
dewasa ini. Dimana, jumlah penduduk yang besar apalagi dengan komposisi dan
distribusi yang lebih merata, dapat menjadi potensi tetapi dapat pula menjadi
beban dalam proses pembangunan apabila berkualitas rendah. Karena itu, proses
pembangunan yang dilakukan selain diarahkan dalam rangka meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, harus pula mencakup upaya untuk mengendalikan laju
pertumbuhan serta menyeimbangkan komposisi dan distribusi penduduk.
Jumlah penduduk Provinsi Banten dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, penduduk Banten berjumlah 8,10 juta jiwa tapi pada tahun 2009 meningkat menjadi 9,78 juta jiwa, atau tumbuh rata-rata sebesar 2,12 persen per tahun. Apabila dibandingkan dengan proyeksi penduduk Indonesia yang mencapai 231,37 juta orang maka penduduk Banten pada tahun 2009 sudah mencapai 4,20 persen dari total penduduk Indonesia, sehingga Banten menjadi provinsi dengan populasi terbesar kelima di Indonesia. Pada tahun 2009, Banten juga termasuk empat besar provinsi yang terpadat penduduknya yaitu dengan tingkat kepadatan mencapai 1.085 jiwa per km2 atau untuk setiap satu kilometer persegi wilayah Provinsi Banten dihuni oleh sekitar 1.085 penduduk.
2.6.4 Kepadatan Penduduk
Luas Wilayah Provinsi Banten
secara keseluruhan adalah 8.800.83 km2, yang secara administratif terdiri dari
6 Kabupaten/Kota, 122 Kecamatan dan 1.481 Desa/Kelurahan. Kabupaten Lebak dan
Pandeglang merupakan dua kabupaten yang memiliki wilayah terluas di Provinsi
Banten, luas wilayah Kabupaten Lebak mencapai 32.50% dari luas wilayah
Provinsi, Kabupaten Pandeglang 31.21% selanjutnya Kabupaten Serang 19.60% dan
Kabupaten Tangerang 12.61%, adapun Kota Tangerang dan Kota Cilegon memiliki
luas wilayah masing-masing 2.1% dan 2% dari total wilayah Provinsi Banten.
Jumlah penduduk Provinsi
Banten 8.956.229 jiwa pada tahun 2003 dengan pertumbuhan rata-rata 3.2%
pertahun. Daerah paling padat penduduknya adalah Kota Tangerang yang mencapai
7.362 Jiwa/km persegi, disusul Kabupaten Tangerang 2.588 jiwa /km persegi, dan
kota cilegon dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 1.716 jiwa/km persegi.
Kabupaten Serang sebagai Ibu Kota Provinsi 968 Jiwa/km Persegi. Sedangkan
Kabupaten Pandeglang dan Lebak , masing-msing 373 jiwa/km persegi dan 326
jiwa/km persegi. Secara rata-rata, kepadatan penduduk Banten adalah 1.018
jiwa/km persegi.
Setiap daerah memiliki tingkat
kepadatan Penduduk yang tidak sama. Hal ini terjadi akibat tingginya urbanitas
dan migrasi pada daerah-daerah tertentu, sehingga penyebaran penduduk tidak
merata. Ada daerah yang luas wilayahnya sedikit, tetapi jumlah penduduknya
sangat padat, sebagaimana dialami Kota Tangerang sebaliknya ada wilayah
kabupaten yang memiliki wilayah yang cukup luas, tetapi penduduknya sedikit,
sebagaimana dialami Kabupaten Lebak. Gambaran tersebut ditunjukan dalam table
berikut ini :
2.6.5 Persebaran Penduduk
Jumlah
penduduk propinsi Banten pada tahun 2000 adalah 8.252.312 jiwa, dengan tingkat
kepadatan penduduk 8,74 jiwa/Ha. Penyebaran penduduk di propinsi Banten tidak
merata, hal ini terlihat dari timpangnya tingkat kepadatan penduduk per
kabupaten atau kota. Tingkat kepadatan tertinggi di kota Tangerang yang
mempunyai luas wilayah yang paling kecil (16.545 Ha) sebesar 79,28 jiwa/Ha,
padahal luas wilayahnya paling besar (369.308 Ha). Permasalahan ketimpangan
kepadatan penduduk ini disebabkan oleh posisi kota Tangerang sebagai salah satu
pusat pertumbuhan sector industry yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah
yang relative banyak.
Hal
yang sama untuk melihat ketimpangan antar daerah terlihat juga dalam sebaran
penduduk antar kabupaten/atau kota di propinsi Banten, yang dari tahun
1995-2000 relatif tidak mengalami perubahan. Di tahun 2000 penduduk propinsi
Banten tersebar di kabupaten Serang Sebanyak 19,77 persen, di kabupaten Lebak
12,45 persen, di kabupaten Pandeglang 12,45 persen, di kabupaten Tangerang
sebanyak 15,90 persen dan kota Cilegon sebanyak 3,58 persen.
2.7
Kekayaan Alam
2.7.1
Kehutanan
Potensi
Sumber daya hutan di propinsi Banten relatif besar. Luas hutan di propinsi
Banten adalah 20,37 persen dari luas wilayah. Wilayah yang memiliki luas hutan
yang besar adalah kabupaten Pandeglang dan kabupaten Lebak. Berdasarkan
fungsinya hutan dibagi menjadi hutan lindung, hutan produksi dan hutan
konservasi. Hutan yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan potensi ekonomi
adalah hutan produksi. Produksi hasil hutan di propinsi Banten sebagai
sumberdaya hutan unggulan adalah kayu jati. Alih fungsi lahan kehutanan ke
penggunaan lain, membuat luasan hutan produksi mengalami penurunan. Sejak tahun
1996-2000 penurunan hasil hutan mencapai 2.638 Ha. Penurunan luas ini
menyebabkan total produksi hasil hutan juga menurun, kecuali untuk komoditas
kayu jati yang justru mengalami peningkatan sebesar 23,69% pada tahun 2000.
2.7.2
Peternakan
Sektor
peternakan memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan akan telur,
daging, dan susu. Di propinsi Banten, jenis ternak yang diusahakan meliputi
ternak besar (Sapi, Kerbau, dan Kuda), ternak kecil (Kambing dan Domba), serta
Unggas (ayam, buras, ayam ras petelur, ayam ras potong, dan itik).
Sentra
produksi peternakan di propinsi Banten mencakup kabupaten Lebak dan kabupaten
Tangerang . Pada tahun 1999-2000, populasi ternak di Banten mengalami
peningkatan terutama populasi kambing dan domba yang menalami peningkatan 48%
dan 39% . Populasi unggas yang terbesar adalah ayam, yang mencapai 48% dari
total komoditas unggas yang ada.
2.7.3 Pariwisata
Propinsi
Banten terdiri dari kombinasi wilayah pantai, dataran rendah dan pegunungan
memiliki potensi wisata yang besar karena masing-masing wilayah tersebut
memiliki karakteristik tersendiri. Selain itu Banten juga kaya akan peninggalan
sejarah dan kekayaanbudaya yang potensial untuk menarik kunjungan wisatawan.
Pengembangan
wisata di propinsi Banten terdiri dari wisata laut, wana wisata, wisata alam,
wisata jiarah dan situs, wisata budaya dan wisata buatan. Keadaan dan kekayaan
sumber daya alam dan lingkungan di propinsi Banten sangat memungkinkan untuk
tumbuh dan berkembangnya sector pariwisata secara optimal.
Beberapa
pariwisata yang terdapat di Banten antara lain:
1. Mesjid
Agung Banten
Masjid Agung Banten
adalah salah satu masjid
tertua di Indonesia yang
penuh dengan nilai sejarah.
Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tidak
hanya dari Banten dan Jawa Barat, tapi juga
dari berbagai daerah di Pulau
Jawa.
Masjid Agung Banten terletak di
Kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid
ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana
Hasanuddin (1552-1570), sultan
pertama dari Kasultanan Demak. Ia
adalah putra pertama dari Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak
dari masjid ini adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China yang juga merupakan karya
arsitektur Cina yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang
dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di masjid ini juga terdapat
komplek pemakaman sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana
Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nasir
Abdul Qohhar. Sementara di sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana
Muhammad dan Sultan Zainul Abidin,
dan lainnya.
Masjid Agung Banten juga
memiliki paviliun tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti Masjid
ini. Paviliun dua lantai ini dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi panjang
dengan gaya arsitektur
Belanda kuno. Bangunan ini
dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Hendick Lucasz Cardeel.
Biasanya, acara-acara seperti rapat dan kajian Islami dilakukan di sini.
Menara yang menjadi ciri khas sebuah masjid juga dimiliki
Masjid Agung Banten yang terletak di sebelah timur masjid, menara ini terbuat
dari batu bata dengan
ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10
meter. Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus ditapaki
dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Pemandangan di
sekitar masjid dan perairan lepas pantai dapat terlihat diatas menara, karena
jarak antara menara dengan laut yang hanya sekitar 1,5 km.
Dahulu, selain digunakan sebagai
tempat mengumandangkan adzan,
menara yang juga dibuat oleh Hendick Lucasz Cardeel ini digunakan sebagai
tempat menyimpan senjata.
2. Taman Nasional Ujung Kulon
Taman Nasional Ujung Kulon
terletak di bagian paling barat Pulau Jawa, Indonesia. Kawasan
Taman nasional ini juga memasukan wilayah Krakatau dan
beberapa pulau kecil disekitarnya seperti Pulau
Handeuleum dan Pulau Peucang. Taman ini mempunyai luas sekitar 1,206
km² (443 km² diantaranya adalah laut), yang dimulai dari tanjung Ujung Kulon
sampai dengan Samudera Hindia.
Taman Nasional ini menjadi Taman
Nasional pertama yang diresmikan di Indonesia, dan juga sudah diresmikan
sebagai salah satu Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO pada tahun 1992, karena wilayahnya
mencakupi hutan lindung yang sangat luas. Sampai saat ini kurang lebih 50
sampai dengan 60 badak
hidup di habitat
ini.
Pada awalnya Ujung Kulon adalah
daerah pertanian pada beberapa masa sampai akhirnya hancur lebur dan habis
seluruh penduduknya
ketika Gunung Krakatau meletus pada tanggal 27 Agustus
1883 yang akhirnya
mengubahnya kawasan ini kembali menjadi hutan.
Izin untuk masuk ke Taman
Nasional ini dapat diperoleh di Kantor Pusat Taman Nasional di Kota Labuan atau Tamanjaya. Penginapan dapat
diperoleh di Pulau Handeuleum dan Peucang.
3. Komplek
Makam Singandaru
Lokasi komplek makam ini
terletak di Jalan KI Uju Gg. Gozali Kaujon Serang, Luas kawasan makam ini
sekitar 1 hektar. Di sebelah utara berbatasan dengan parit yang diduga dahulu
merupakan bekas sungai. Makam ini adalah makam TB. Abdurrahman atau yang
bergelar Pangeran Singandaru.
4. Komplek
Pemakaman Kesultanan Banten
2.7.4 Sektor Pertanian
Sektor
pertanian merupakan kegiatan utama bagi sebagian besar penduduk Banten. Potensi
sector pertanian Banten terbagi dalam dua kawasan yaitu pertanian lahan basah
(padi sawah) dan lahan kering (padi lading, palawija, sayuran dan buah-buahan).
Berdasarkan data tahun 2000 diketahui bahwa komoditas unggulan untuk Propinsi
Banten adalah padi sawah, padi lading dan ubi jalar. Komoditas ini di produksi
di hampir seluruh wilayah propinsi Banten. Sedangkan komoditas sayuran unggulan
adalah kacang panjang dan ketimun dengan sentra produksi di kabupaten Serang
dan kabupaten Lebak. Komoditas buah-buahan yang menjadi unggulan adalah pisang,
durian, dan mangga dengan sentra produksi di Kabupaten Serang dan Lebak.
Komoditas unggulan itu ditentukan dari besarnya produksi per tahun.
2.7.5 Sektor Perkebunan
Perkebunan
di Banten didominasi oleh perkebunan kelapa, selain itu terdapat juga komoditas
karet, cengkeh, kopi dan teh dengan luas keseluruhan areal 141.557 Ha. Secara
umum produksi komoditas perkebunan di Banten belum maksimal, pengelolaan
sebagian besar areal perkebunan masih dalam skala kecil di tingkat masyarakat.
Perkebunan di Propinsi Banten di kelola oleh pemerintah (perkebunan negara),
swasta, serta perkebunan masyarakat. Perkebunan rakyat dominan terdapat di
kabupaten Lebak, Serang, dan Pandeglang dengan Konsentrasi pada komoditas karet
dan kelapa. Sedangkan perkebunan pemerintah di kembangkan di wilayah kabupaten
Lebak dan Pandeglang dengan produksi utama karet dan kelapa.
2.7.6 Sektor Pertambangan
Potensi
sumber daya tambang di propinsi Banten relative banyak dan tersebar di beberapa
wilayah yang meliputi bahan galian industri terdapat dib ayah dengan cadangan
Fosfat Alam sebanyak 1.275 ton, di Cipanas dengan cadangan Felspar sebanyak
satu juta ton, di Bojong, Leuwidamar, Cilayang dengan cadangan Bentonit
masing-masing sebesar 23 juta ton, 4,68 juta tondan 10 juta ton. dan Teluk
Banten dengan cadangan Batu Gamping dan Kapur sebesar 12 juta ton dan 10 juta
ton.
Wilayah
yang kaya akan bahan galian logam terdapat di Cibareno dan Cihara dengan jenis
bahan galian logam terdiri dari emas, perak, tembaga, timbale dan seng. Di
Cikotok dan disekitar Lebak cadangan emas dan peraknya sebesar 12.622 ribu ton.
Di Cipicung cadangan emas dan peraknya 322 ribu ton. Sedangkan di wilayah
Ciawi, Citorek dan Lebak Selatan cadangannya mencapai 621.000 ton. Selain emas
dan perak terdapat juga cadangan biji
besi terdapat di Cipurut dengan jumlah sebesar 126.000 ton.
2.8 Flora dan Fauna
Potensi
Keanekaragaman Hayati di Banten
Propinsi
Banten sebagai daerah dataran tropis yang terletak diujung Barat Pulau Jawa
memiliki kekayaan dan kekhasan keanekaragaman hayati. Salah satu kekayaan dan
kekhasan keanekaragaman hayati Provinsi Banten yang menjadi bagian dari
perlindungan dan kekayaan alam dunia (the world heritage) adalah Badak
Jawa (Rhinoceros sondaicus).
Selain
Badak Jawa, Cagar Alam Rawa Danau di Kabupaten Serang dan Taman Nasional Gunung
Halimun – Salak di perbatasan Jawa Barat dengan Banten Selatan, merupakan
kawasan – kawasan endemis yang kaya dengan keanekaragaman hayati. Cagar Alam
Rawa Danau memiliki ± 131 jenis keanekaragaman hayati, yang beberapa diantaranya
secara internasional disepakati sebagai flora dan fauna yang mutlak harus
dilindungi (Appendix 1 – Red List), flora endemis yang ada di kawasan tersebut
antara lain; Derris danauensis (Backer dan Bakhuizen van den Brink;
1963); Glochidion palustre, Coix palustris dan Alocasia
bantemensis (Kooders, 1892 dan 1912; dan Endert, 1932). Sementara Taman
Nasional Gunung Halimun – Salak merupakan pusat habitat Owa jawa atau Owa Abu –
Abu (Hylobates moloch), yang juga fauna endemis yang yang mutlak harus
dilindungi.
Disamping
cagar alam dan tanaman nasional tersebut di atas, Banten masih memiliki banyak
kawasan – kawasan lindung baik untuk kepentingan pelestarian keanekaragaman
hayati, seperti; burung (Cagar Alam Pulau Dua), penyu (Taman Nasional Ujung
Kulon dan Taman Wisata Alam Pulau Sanghyang), juga memiliki keanekaragaman
hayati yang memiliki nilai ekonomis dan menjadi unggulan kabupaten/kota di
Provinsi Banten. Untuk menjaga kelestarian dari keanekaragaman hayati tersebut,
pemerintah kabupaten/kota mengeluarkan surat keputusan yang diharapkan dapat
mendorong masyarakat untuk membudidayakan dan melestarikan keanekaragaman
tersebut.
Keanekagaman
hayati seperti yang dimaksudkan di atas, terdiri dari: Sawo (Achras zapota) dan
Itik Damiaking (Anas sp.) didasarkan pada Surat Keputusan (SK) Bupati
Serang, No. 522.52/SK.57 - Huk/1995, Purut (Parartocarpus venosa becc)
dan Kambing Banten (Capra aegagrus) didasarkan pada SK Bupati
Pandeglang, No. 522.51/SK.18/Huk/1993, Nam nam (Cynometra cauliflora L.)
dan Owa abu-abu (Hylobates Moloch) didasarkan pada SK Bupati Lebak, No.
522.51/SK.233/Ekon/1993 dan Rambutan Parakan (Nephelium sp.) dan Ayam
Wareng (Gallus gallus sp.) didasarkan pada SK Bupati Tangerang, No.
522.51/SK.21-LH/1995. Disamping keanekaragaman tersebut di atas, saat ini
sedang diusulkan dan menunggu penetapan dari Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia, untuk flora dan fauna khas untuk Flora dan Fauna Provinsi Banten
terdiri dari: Kokoleceran (Vatica bantamensis) dan Badak Jawa (Rhinoceros
sondaicus); untuk Kota Cilegon terdiri dari: Asem Ranji (Dialium Indum
L.) dan Kerbau Gerem (Bubalus sp) dan untuk Kota Tangerang Jambu Air
Cingcalo Gondrong (Eugenia sp.).
Data
dan informasi tersebut di atas, hanya merupakan sebagian kecil dari kekayaan
keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Provinsi Banten. Banten masih memiliki
daftar panjang keanekaragaman hayati, yang dapat menjadi asset dan modal dasar
dalam berbagai upaya pembangunan. Hal yang harus kita sadari, bahwa kita tidak
pernah melakukan penggalian potensi dan menginventarisasi seluruh
keanekaragaman hayati yang kita miliki. Orientasi pembangunan dan aktivitas
ekonomi masyarakat saat ini, lebih diarahkan pada pembangunan dan pengembangan
sektor jasa dan industri yang telah mengeksploitasi berbagai sumber daya alam
dan keanekaragaman hayati.
Hal
yang tidak bisa kita pungkiri dari pembangunan dan pengembangan sektor – sektor
tersebut, adalah masa keemasan pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemampuan
ekonomi dan kesejahteraan ”masyarakat”. Akan tetapi munculnya
kesenjangan ekonomi, degradasi dan kerusakan lingkungan, marginalisasi
masyarakat juga merupakan hal yang tidak bisa kita pungkiri dan hindari.
Eksploitasi
sumber daya hutan di Banten misalnya, tidak saja telah mengancam eksistensi
keanekaragaman yang ada di kawasan tersebut. Tetapi juga telah merusak fungsi
hutan dalam menjaga tata air, sehingga ketika musim hujan tiba, kawasan –
kawasan permukiman, persawahan dan tata guna lahan lainnya di hilir daerah
aliran sungai (DAS) tergenang air. Sementara ketika musim kemarau, terjadi
kelangkaan air di kawasan yang sangat luas, yang tidak saja menyulitkan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih, tetapi juga berdampak pada
sektor pertanian karena saluran – saluran irigasi debit airnya menjadi sangat
rendah atau bahkan menjadi kering.
Demikian
pula halnya dengan pengembangan industri di wilayah Utara Provinsi Banten,
pengelolaan lingkungan yang tidak dilakukan dengan baik juga telah mengganggu
dan merusak ekosistem laut. Kita kerap mendengar keluhan para nelayan di
kawasan tersebut, karena cenderung turunnya hasil tangkapan ikan mereka.
Kondisi tersebut diperparah dengan kebijakan pemerintah untuk mengeksploitasi
pasir laut, tanpa melalui kajian, analisis dan evaluasi atas kebijakan
tersebut, dengan didasarkan pada prinsip – prinsip pelestarian lingkungan dan
dengan mempertimbangkan dampak lingkungan yang mungkin timbul akibat
eksploitasi tersebut.
Disamping
pemerintah, peran masyarakat dalam degradasi lingkungan dan kepunahan
keanekaragaman hayati di Provinsi Banten juga cukup besar. Beberapa kasus yang
melibatkan masyarakat yang terjadi di Provinsi Banten, antara lain: 1.
Perambahan di kawasan Cagar Alam Rawa Danau misalnya, yang mengancam eksistensi
Rawa Danau sebagai kawasan rawa pegunungan satu – satunya di Pulau Jawa dan
ekosistem rawa yang ada didalamnya; 2. Perambahan di Taman Nasional Ujung Kulon
dan pembantaian badak untuk diambil culanya; 3. Penjarahan burung di Cagar Alam
Pulau Dua; 4. Penebangan hutan di kawasan – kawasan lindung dan cagar alam; 5.
Penebangan hutan mangrove untuk dijadikan kawasan tambak di hampir sepanjang
pantai Utara, mulai dari Teluk Naga Tangerang sampai dengan Sawah Luhur Serang;
6. Pengambilan terumbu karang (coral reef); 7. Pengambilan ikan dengan
menggunakan bom dan cianida, yang mengancam dan membunuh terumbu karang; 8.
Penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti; pukat
harimau, arad, gardan dan lain sebagainya.
Prinsip
kehati – hatian dalam menentukan kebijakan pembangunan eksploitasi sumber daya
alam dan keanekaragaman hayati, serta pelaksanaan pembangunan menjadi penting
untuk dilakukan. Mengingat sumber daya alam dan keanekaragaman hayati merupakan
asset dan modal dasar untuk mendukung pelaksanaan pembangunan, sehingga
punahnya sumber daya alam dan keanekaragaman hayati, pada akhirnya akan
menghilangkan daya dukung sumber daya alam dan keanekaragaman hayati pada
keberlanjutan pembangunan itu sendiri.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Banten
merupakan provinsi yang berdiri berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2000
secara administratif, terbagi atas 4 Kabupaten dan 2 Kota yaitu : Kabupaten
Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang dan Kota Cilegon, dengan luas 8.651,20 Km2.
Letak
geografis Provinsi Banten pada batas Astronomi 105º1'11² - 106º7'12² BT dan
5º7'50² -7º1'1² LS.
Bentuk lahan yang terdapat di propinsi
Banten antara lain:
·
Gunung Aseupan
·
Gunung Karang
·
Gunung Pulosari
·
Setu Perigi
·
Situ Gintung
Sumber
daya tanah wilayah Provinsi Banten secara geografis terbagi dua tipe tanah
yaitu:
(a) kelompok tipe tanah sisa atau residu
(b)
kelompok tipe tanah hasil angkutan
Suku
bangsa Banten terdiri dari:
Jawa (12%),
Betawi (10%),
Tionghoa (1%)
Kekayaan
Alam yang ada di Banten meliputi sector:
·
Kehutanan
·
Peternakan
·
Pariwisata
·
Pertanian
·
Perkebunan
·
Pertambangan
3.2
Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan agar pembaca dapat memanfaatkan
makalah ini dengan baik. Segala kritikan maupun saran dari pembaca akan saya
terima dengan lapang dada untuk menambah wawasan serta perbaikan penyusunan
maupun penulisan yang lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
http//www.Dinas
Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten » Komplek Pemakaman Sultan Banten.htm
http//www.ujungkulon.htm
www.bantenprov.go.id